.

Sinopsis Saraswatichandra Trans7 Episode 252 Terakhir

Sinopsista.Com - Serial Saraswatichandra episode sebelumnya, Orang yang memberitau Soubhagya ternyata Laxminandar, ayahnya Saras dan Danny. Semua keluarga terperanjat di pernikahan Saras Kumud dengan kehadiran Laxminandar & diterimanya hubungan Danny Kusum olehnya. Walau sebelumnya ia sempat merasa dikhianati oleh anak bungsu dan sahabatnya Vidya. Setelah mengerti situasinya, ia bisa menerima. Tapi, Saras belum bisa mema’afkan ayahnya yang telah memutuskan ikatan keluarga sebelumnya.

Sinopsis Saraswatichandra Trans7 Episode 252 Terakhir

Sinopsis serial Saraswatichandra episode 252, Kalika membuka pintu kamar pengantin Saras Kumud. Ia memperhatikan sekitar kamar. Begitu melihat suasana kamar yang terlihat romantis dengan hiasan lampu, Kalika melangkah masuk, bergumam, “Dan lihat, bagaimana aku akan merusak kebahagiaan hidupmu dalam pernikahanmu ini Kumud”, dengan wajah geram menarik satu untaian bunga di ranjang pengantin.

Kalika kemudian keluar, menuju saklar listrik, menarik tuas on off listrik dengan cepat, listrik di rumah itu padam. Kalika menyalakan senter yang memang sudah dipegangnya dari tadi. Kalika kembali ke kamar pengantin Saras Kumud, “Aku sudah mematikan saklar utama. Bersiaplah Kumud untuk sebuah kejutan”.

Kalika membuka laci yang ada dikamar, mencari gunting. Melihat ke dinding, memutuskan kabel yang ada disitu, menyambungkannya dengan ujung lainnya. Menaroh gulungan kabel yang sudah tersambung itu diatas kasur.

Terdengar suara mobil, Kalika bergegas ke jendela, ia terkejut, “Apa, bagaimana mereka tiba begitu cepat. Haaah, apa yang harus kulakukan, bagaimana aku akan menyelinap keluar”. Kalika panik, nafasnya sesak, turun naik dengan cepat. Ia merapat ke dinding, mendengar pergerakan dilantai bawah.

Di bawah, Saras menggandeng tangan Kumud, melangkah menuju pintu. Kusum bersuara, “Hei, hei,, tunggu dulu, kau tidak bisa membawanya masuk begitu saja”, sambil mengejar diikuti Danny. Mereka menghadang Saras di depan pintu. Saras tersenyum. Kusum memberitau, “Upacara penyambutan pengantin, belum selesai”. Saras Kumud saling senyum. Saras mengangkay bahu melihat ke Danny.

Danny membuka pintu lebar-lebar, gelap. Saras bertanya, “Danny, kenapa lampunya dimatikan”. Danny juga bingung, “Kakak, aku sudah menyalakannya kok. mungkin dayanya turun”. Kusum melihat bingung ke arah Kusum. Saras Kumud juga saling lihat.

Kalika mengintip dari balik pintu kamar. Ia melihat Danny Saras dan yang lain masih berdiri dekat pintu masuk.

Danny bicara, “Apa yang harus kita lakukan Kusum”. Kusum menjawab enteng, “Itu bukan masalah, karena kakakku akan membawa cahaya kebahagiaan, *sambil pegang sebelah pipi Kumud*, Haha, benarkan Saras?”. Saras tersenyum lebar melihat ke Kumud. Kusum memberitau, “Sekarang aku akan mengambil lilin upacaranya dulu, jadi sebelum aku datang, jangan melangkah masuk, ok”. Kumud tersenyum, Saras menggerakkan kepala tanda setuju.

Kusum melangkah ke dalam. Kalika membelalakkan matanya sambil menutup mulut. Kemudian mundur dari tempatnya berdiri mengintip. Danny pun bicara pada Saras, “Aku akan periksa sekring dulu, hmmm”, tepuk pundak Saras, kemudian bergegas juga ke arah dalam rumah bagia belakang.

Saras menunjukkan wajah serius, “Kumud, aku berpikir, bagaimana sampai mereka kembali, kenapa kita,, tidak menyelesaikan ritual kita”, sambil menatap Kumud dengan tatap mata menggoda nakal. Kumud menyenggol pundak Saras dengan bahunya. Saras tersenyum. Kumud tertunduk. Saras melihat ke arah dalam rumah yang gelap.

Danny membawa lilin ke tempat sekring listrik. Ia heran, “Siapa yang mematikan listriknya”. Danny pun berteriak, “Kusum! Kusum!’, menaroh lilin yang ada di meja kecil dekat situ. Kusum muncul dibelakangnya, menyodok pungggung Danny dengan nampan yang dibawanya, “Jangan berteriak’. Danny terlonjak kaget membalikkan badan. Ia bertanya, “Siapa yang mematikan listriknya”. Kusum melihat ke boks saklar listrik, “Bagaimana aku tau. Danny, ayo cepat, berapa lama lagi mereka harus berdiri disana”. Kusum melangkah meninggalkan Danny. Danny mengutak atik saklar listrik, nyala, mati lagi.

Kusum yang sempat tersenyum, membalikkan badannya lagi ke arah Danny, “Ada masalah apa lagi”. Danny juga bingung, “Aku akan memeriksa sekringnya”. Kusum mendekat lagi ke belakang Danny. Danny membuka box sekring, ada yang putus, “sekringnya harus diganti”. Kusum melihatkan wajah kecewa, “Kita kan sudah menghias mereka dengan lampu-lampu, sekarang bagaimana”. Danny menenangkan, “Tidak apa-apa, sebelum selesai, jalan keluarnya aku akan memanggil tukang listrik, ok”. Kusum tersenyum, “Baiklah”. Mereka pun melangkah keluar.

Danny dan Kusum muncul membawa nampan penyambutan. Saras bertanya, “Danny, apa yang terjadi”. Danny memberitau, “Sekringnya putus Kak, aku sudah menelpon tukang listrik”. Saras Kumud saling lirik, mencoma maklum. Kusum yang bengong, di isyaratkan Danny, “Kusum”, menunjuk dengan dagunya ke arah Kumud. Kumud tersenyum. Kusum melangkah kehadapan Kumud, “Hari ini, aku akan melakukan ritual penyambutan kakak. Apalagi yang bisa aku minta dari Tuhan”. Kumud tersenyum, Saras juga tersenyum. Kalika mengintip lagi dari dalam.

Kumud tersenyum, mengusap pipi Kusum. Kalika bergumam dengan wajah gusar, “Mereka masih dipintu, apa yang harus aku lakukan sekarang. Bagaimana aku bisa keluar dari sini. Di rumah semua pasti sudah mencariku sekarang. Apa yang harus aku lakukan”, nafas Kalika semakin sesak dengan wajah mengkerut.

---------

Kusum memulai ritual penyambutan dengan menempelkan bubuk merak ke pertengahan alis Kumud dan Saras. Kemudian memutarkan nampan pemujaan di depan wajah keduanya. Saras dan Kumud tak berhenti tersenyum. Danny Kusum juga tersenyum. Kusum mempersilahkan, “Ayo masuk”. Kumud menunggu. Saras tersenyum lebar. Kusum mengingatkan Danny yang bengong dengan memanggilnya. Danny langsung ngeh, “Ya, baiklah, baiklah”.

Danny membungkuk, menaroh vas berisi beras. Kumud melangkah mengenai vas berisi beras itu hingga tumpah. Kumud tersenyum melihat ke Saras yang juga tersenyum lebar. Wajah Kalik semakin mengkerut dari tempatnya mengintip.

Kusum dengan wajah malu-malu bicara, “Danny, ayo!”. Danny dengan tersenyum malah melempar bunga di nampan yang dipegangnya dari ke arah Kusum. Saras terbelalak kaget, kemudian tersenyum melihat ulah adiknya. Kusum kembali mengingatkan, “Bukan padaku, tapi pada kakak, bodoh”. Tangan Danny terhenti, ia masih terpesona menatap Kusum. Kumud tertawa. Saras tersenyum melihat adiknya.

Danny gelagapan, “Ma’af”, kemudian melemparkan bunga di nampan ke Kumud dan Saras sedikit-sedikit. Saras geleng-geleng kepala. Kusum gemes, “taburkan yang banyak”, memberi contoh. Kumud Saras tetap saling senyum. Kusum ingat sesuatu, “Tunggu sebentar ya”. Kusum datang membawa wadah berisi cairan merah, menarohnya di lantai yang akan dilangkahi Kumud, “Silahkan masuk kak”. Kumud di dampingi Saras melangkah, mencelupkan telapaknya ke cairan warna merah, kemudian melanjutkan langkah ke dalam.

Danny masih terus menaburi dengan bunga. Saras bilang, “Sudah cukup”. Danny pun bicara pada Kumud dengan gaya formal, “Selamat datang di keluarga kami, kakak iparku”. Kumud tersenyum, menoleh ke Saras. Kusum tertawa. Saras bicara, “Sebentar, akan ku periksa sekringnya”. Danny Kusum langsung melarang, “Hei tidak usah”. Kusum berkata, “Kalian berdua masuk saja ke kamar, Danny yang akan memeriksa sekringnya. Benarkan Danny”. Danny langsung mengiyakan, “yaa, kakak aku akan memeriksa sekringnya”. Danny meninggalkan ruangan.

Kusum meyuruh merekan ke kamar dengan memegang lengan Saras, “Pergilah ke kamar kalian, ayo kak”. Saras Kumud melangkah. Kalika semakin cemas, ia menutup mulut, berpikir cepat, kemudian menyelinap ke tempat yang agak gelap. Kusum membawa lilin menerangi pengantin menuju kamarnya. Danny sudah ikut mendampingi.

Di depan pintu kamar, Kusum membalikkan badan, mendehem, menyodorkan tangan ke arah Saras, “berikan hadiahku”. Saras mengernyit melihat Kumud, Kumud hanya menunduk. Saras bertanya pada Kusum, “Hadiah apa”. Kusum melirik Danny yang langsung bicara, “Apa kau tidak tau Kak. Kusum bilang, dimalam pernikahan itu, pengantin pria harus membayar pajak untuk para wanita di keluarganya”. Danny ikut menyodorkan tangan. Kusum memukul tangan Danny dengan lembut sambil melototkan mata.

Saras mengambil uang dari saku celanyan, “Ini adalah iuran”. Mata Kusum terbelalak melihatnya, “Banyak sekali uangnya”. Danny protes, “Kak, kau tidak pernah memberikan uang sebanyak itu padaku”. Saras tersenyum pada Kumud sambil memegang uang ditangannya. Danny bersuara, “Tunggu apa lagi, ayo aku ambilin”. Kusum langsung mengambilnya dari tangan Saras, “Enak saja, ini bagianku. Kau sudah memperbaiki listriknya”. Danny memberitau kalau itu akan memakan waktu.

Kusum sebagai Tuan rumah memberitau, “Baiklah, untuk sementara kalian ke kamar saja dulu”. Saras mempersilahkan Kumud membuka pintu kamar. Dengan wajah tersenyum, Kumud mendorong pintu. Wajahnya terperanjat melihat kamar, begitu juga wajah Saras yang langsung mengernyit. Tempat tidur pengantin mereka menyala api dikasurnya. Danny dan Kusum yang melangkah dibelakang mereka dengan wajah masih tersenyum, mendadak kaget. Kusum melihat Danny yang terlihat bingung memperhatikan sekeliling. Mereka bergegas ke dekat berdirinya Kumud Saras. Mereka tak mampu berkata-kata. Saras melihat Kumud terlihat sedih.

Kusum menemani Kumud duduk sambil memeluknya di ruang tamu, “Kakak”. Danny dan Saras muncul. Danny memberitau, “Tempat tidurnya terbakar dari kabel listrik disampingnya, selain itu, kotak sekringnya juga terbakar. Aku juga sudah memutus listrik ke kamar kakak dan memanggi tukang listrik”. Kusum bertanya heran, “Tapi siapa yang sudah mematikan listriknya”.

Danny menjawab, “Aku tidak tau. Mungkin aku, mematikannya sebelum pergi”. Saras memperhatikan Kumud yang terlihat tegang. Danny memegang pundak Saras, “Kakak tau, aku sudah menghias kamar kakak dengan susah payah. Kami bahkan belum sempat mengambil foto”. Kumud tersenyum, menggenggam tangan Kusum. Sementara di bangku di depannya, Saras memegang pundak Danny, “Aku bisa memahaminya dengan melihat wajah-wajah kalian, bahwa kalian sudah bekerja sangat keras. Apapun yang terjadi, kami merasa sangat bahagia, benarkan?”, sambil lihat ke Kumud yang langsung tersenyum tertunduk.

Danny memeluk kakaknya. Kusum tertawa. Saras bicara lagi, “Ngomong-ngomong, kalian pasti sangat lelah. Sekarang pergilah ke kamar kalian, kami akan tidur disini. Ayo”. Kusum langsung berdiri, “Hei, tidak boleh begitu, ini kan malam pertama kalian. Kalian tidur saja dikamar kami, kami yang tidur disini. Bagaimana Danny”. Kumud langsung berdiri juga, “Malam ini, kami tidur disini saja”. Kusum ngotot, “Oo, tidak”. Danny bangun dari duduknya juga, “Tidak bisa seperti ini, pasangan yang baru menikah itu harus memiliki privasi”. Kusum membenarkan perkataan Danny.

------------

Saras ikut berdiri, “itu sebabnya aku ijinkan kalian untuk masuk ke kamar, dan kami akan tidur disini”. Danny dengan plosnya menyahut, “Kak, ini takkan berhasil”. Saras menjawab serius, “Danny, pergilah”. Kusum mencoba membantah, “tapi Saras,,,”. Kumud berkata, “sudahlah”. Kusum menjawab, “kakak”. Kumud menaroh jarinya di mulut sebagai isyarat agar Kusum diam dan nurut. Danny masih mencoba menawar, “Ya, itu masalah untuk kami”.

Saras menjelaskan, “Diam, diam, kami menyuruh kalian untuk pergi, jadi pergilah”. Dannya beranjak, “Ok, baiklah, tapi lakukan sesuatu, kunci ruangan melukis dari luar, kami tidak akan mengganggu kalian”. Kusum tertawa. Saras menyuruh Danny untuk pergi. Danny ngacir.

Setelah Danny Kusum pergi, Kumud langsung memperlihatkan wajah gundahnya, “Saras, bagaimana ini bisa terjadi”. Saras menenangkan kegelisahan Kumud, “Tidak ada yang terjadi, kita akan memiliki umur yang panjang Kumud”. Kumud tertunduk, Saras menggenggam tangannya dan menatap mata Kumud penuh cinta, “Aku tidak akan menyia-nyiakan impianku setiap malam”. Kumud bertanya, “Benarkah, rencana apa yang kau punya sekarang”. Kumud menatap Saras dengan tatap tanya. Saras memperlihatkan wajah berpikir serius, kemudian tersenyum, “ikut aku, aku akan memberitaunya”. Kumud bertanya dengan wajah agak gundah, “kemana’. “Udah ikut aja”, ujar Saras. Kumud melihat ke belakang, “Tapi”. Saras mengajaknya pergi.

Kumud gelisah dengan membathin, ‘Saras keterlaluan, kenapa dia mengajakku ke pabrik malam-malam begini’. Kumud yang merasa tak nyaman menunggu memanggil, “Saras, Saras, apa yang kau lakukan. Ini, ini sudah malam Saras, kau, buka pintunya. Saras, buka pintunya, kalau tidak aku akan masuk kedalam”. Kumud mau melangkah, terdengar suara Saras, “tidak, jangan Kumud, tunggu dua menit lagi, tolong jangan masuk dulu”. Kumud penasaran, “Tapi, apa yang kau lakukan disana. Ini sudah malam Saras, ayo kita pulang sekarang. Tadi aku cuma bercanda, aku tidak butuh kejutan apapun. Aku mohon kita pulang”. Saras muncul, menutup mata Kumud, membimbingnya ke dalam. Kumud tetap ngoceh, “Saras, aku sudah bilang, aku tidak mau kejutan apapun”.

Saras terus membimbing Kumud kedalam sambil menutup matanya dengan tangan. Sesampai di ruangan yang sudah dipersiapkan, Saras melepaskan tangannya. Kumud membuka matanya, terpana, melihat ruang produksi pakaian sudah berubah menjadi ruangan yang berkesn romantis dengan kain warna-warni, ditambah pencahayaan lilin. Kumud tersenyum, menatap Saras, melihat ke sekeliling ruangan hasil sulapan kreatif Saras. Kumud melangkah ke kain yang digantung, merentangkan tangannya dengan tersenyum. Saras melangkah mendekat.

Di rumah, di kamar, Danny yang sedang membuka buku di tempat tidur, terpana melihat Kusum yang baru selesai mandi. Kusum salah tingkah, ia menaroh handuk dekat vas yang sudah berisi melati. Danny memandangnya dalam diam dengan tatap senyum. Kusum semakin salah tingkah, melirik ke Danny yang terus menatapnya. Kusum membenarkan rambutnya. Danny menutup buku, bangun, melangkah mendekati Kusum. Kusum terus merapikan rambutnya dengan tangan.

Danny yang berdiri di belakang Kusum, menaroh tangannya dibahu Kusum, mengusapnya lembut. Kusum langsung membalikkan badannya, “Danny, sebentar, acara kesukaanku sedang tayang di tv sekarang, nyalakan tvnya”. Kusum menghindar sambil pura-pura merapikan temapt tidur. Danny yang masih berdiri, menengadah, menormalkan kembali imajinasi liar yang sudah menyelinap ke ubun-ubun.

Danny kembali bersikap biasa, mengambil remote tv, duduk dibangku, sambil menyandarkan kepalanya santai, “Sinetron, tidak bisa, aku ingin melihat pertandingan kriket”. Kusum melihat Danny dengan wajah heran, “Kriket? jam segini, yang benar saja Danny”. Danny membalas, Sinetron, jam segini, yang benar saja Kusum”. Kusum yang sudah berdiri disamping Danny, berujar, “Apa, apa, kau meniruku”. Danny memperlihatkan wajah lucu, “Apa, aku telah menirumu”. Kusum tak mempedulikan, “Danny, sinetron”. Danny menjawab, “Kriket”. Sinetron. Kriket.

Kusum tak mau kehilangan akal, “Berikan remotenya”. Danny nyantai bilang, “Tidak akan kuberikan”. Kusum berusaha merebutnya dari tanga Danny, “Kita akan menonton sinetron”. Danny menjauhkan tangannya, “Tidak”. Mereka berdua ribut dengan pilihan tontonan, kriket atau sinetron dan tak ada yang mau ngalah.

Di pabrik, Kumud berputar-putar dengan memegang kain tergantung yang sedang mengalami prosese seperti itu. Saras mendekat sambil terus menatap Kumud. Kumud terhenti, balas menatap Saras. Saras memutari Kumud. Kumud melangkah ke dekat meja-meja yang sudah diberi lilin. Saras mendekat, mengusap lembut pipi Kumud yang balas menatapnya. Mengangkat dagu Kumud, menatapnya dengan tersenyum. Mengusap lembut lengan Kumud, puncaknya, Saras mengangkat tubuh Kumud. Mendudukkan Kumud di meja produksi pakaian yang diberi tutup kain, sehingga berkesan tempat tidur. Kumud duduk seperti pengantin wanita yang sedang menunggu pengantin pria yang akan memasuki kamar di malam pertama.

Saras tetap berdiri disamping Kumud duduk, “Kumud, tolong tutup wajahmu dengan selendangmu”. Kumud pun tersenyum, mengerti maksud Saras, sekarang posisi duduk Kumud sudah benar-benar seperti pengantin wanita yang sedang menunggu pengantin pria.

-------------

Saras melangkah mundur sambil mendehem. Membuat gerakan seperti membuat kotak seperti pintu, kemudian berlagak seperti mengetok pintu, “Tok,tok, tok. Apa ada orang dirumah”. Kumud menjawab permainan Saras, “Siapa itu”. Saras pun menjawab seolah-olah sedang berada diluar, “Tolong, tolong buka pintunya. Aku, aku, ingin bertemu dengan pengantinku”, Saras mengucapkan seperti pengantin yang sedang malu-malu juga.

Kumud mengikuti permainan, “Pengantinmu? Siapa?”. Saras menjawab, seolah-olah sedang melihat ke lantai atas, “O,, pengantinku itu adalah seorang wanita yang sangat cantik, dia sangat manis, dan dia juga sangat ramah, dan namanya adalah Kumud Desai, aku ingin bertemu dengannya”. Kumud yang tersenyum-senyum, mulai iseng, “Kumud Desai? Tidak, silahkan pergi, tidak ada nama itu disini”.

Saras cepat-cepat menjawab, “E,, tapi, bagaimana mungkin. Sudahlah, jangan berbohong, aku tau kalau Kumud Desai itu, tinggal disini. O, dengar, tolong, tolong buka pintunya, karena kami telah menikah hari ini, dan ini adalah malam pertama kami, jadi tolong buka pintunya”. Kumud yang tersenyum, menunjukkan wajah serius, “hei, pria aneh, aku sudah bilang menyuruhmu pergikan”. Saras masih bicara bak terkunci dari luar, “dengar, aku tau kalau Kumudku telah ada di dalam. Jika kau tidak membuka pintunya, maka dengan terpaksa aku akan mendobrak pintunya”.

Kumud sebelumnya tersenyum-senyum saat mendengar Saras bicara, begitu menjawab, terlihat serius, “Apa, berani sekali kau seperti itu. Pergi dari sini’. Saras merespon dengan wajah serius, “Baiklah, aku tidak punya pilihan lain selain mendobrak pintunya”. Kumud mengintip lewat selendang yang menutup kepalanya. Apa yang dilakukan Saras. Ternyata, Saras, pura-pura serius bersiap mendobrak pintu, melompat, menabrak Kumud yang duduk di meja. Kumud tersenyum melihat Saras, idenya untuk menghabiskan waktu malam pertama mereka. Saras menyandarkan kepalanya dibahu Kumud.

Saras ikut duduk disamping Kumud, “Kenapa kau berbohong tadi”. Kumud mengernyit, “Bohong?”. Saras mengangguk, “Ha ah, tadi kau bilang, Kumud Desai tidak ada ditempat”. Kumud tersenyum-senyum, menjawab dengan serius, “Itu bukan bohong, aku jujur”. Saras mengernyitkan wajahnya melihat Kumud. Kumud memberitau, “Tidak ada Kumud Desai disini”. Saras semakin terlihat bingung. Kumud menjawab dengan suara lembut, “Yang ada, Kumud Saraswatichandra”. Kumud tertunduk malu. Saras pun tertunduk.

Saras melihat ke Kumud, “Ngomong-ngomong, anting-antingmu bagus sekali”. Kumud tersenyum, “Benarkah, *Iya*, bibi memberikannya untukku”. “Benarkah”, ujar Saras. Kumud mengiyakan. Saras bertanya yang lain, “Lalu bagaimana gelangnya”. Kumud memberitau, “Ini Kusum yang memilihnya. Kau tau, waktu kecil aku selalu membeli gelang dipasar, tapi Kusum selalu membawanya sampai dirumah, dia selalu menukar dengan pilihannya”. Saras yang terus membuka gelang-gelang dari tangan Kumud, memberi penilaian, “Dia memiliki pilihan yang baik”.

Kumud baru ngeh, kalau gelang ditangannya sudah dilepas Saras semua dan ditaroh dimeja, “Ini, apa yang kau lakukan”. Saras agak gelagapan, “O,, tidak ada, o,, katakan sesuatu kenapa kau menyukai cincin yang kuberikan”. Kumud tersenyum, semangat cerita lagi, “ini sangat indah. Kau tau, setelah pertunangan kita, aku terus melihat cincinnya sepanjang malam”.

Kegiatan tangan Saras berhenti, ia menopang dagunya dengan tangan. Tinggal Kumud yang kebingungan melihat tangannya sudah polos, tak ada satupun gelang yang tersisa. Kumud jadi tersipu, karena keasyikan bicara, menjawab pertanyaan-pertanyaan pancingan dari Saras, Kumud bisa kehilangan semua perhiasannya.

Saras dengan tetap bertopang dagu, melirik Kumud. Kumud semakin tertunduk malu. Saras melepaskan perhiasan di leher Kumud. Kumud semakin tertunduk, tak berani menatap Saras. Saras meniup wajah Kumud lembut, Kumud memejamkan matanya dengan terus tertunduk.

Saras mengangkat dagu Kumud agar melihatnya. Kumud tersenyum. Saras mengangkat selendang Kumud, seperti mau menarik untuk melepaskan dari kepala Kumud, tapi Saras hanya melihat wajah Kumud dari balik selendangnya, yang membuat wajah Kumud semakina memerah. Saras mengusap lengan Kumud dengan lembut, merangkul Kumud, Kumud memegang tangan Saras dengan sayang, mereka pun saling bertatapan.

Selesai. Sampai disitulah malam pertama pernikahan Saras Kumud, sekaligus akhir dari tayangan serial Saraswatichandra di Trans 7.