.

Sinopsis Drama Korea Descendants of The Sun Episode 14 Part 2

Sinopsista.com - Sinopsis Drama Korea Descendants of The Sun Episode 14 Part 2

Mo Yeon bersembunyi di ruangan Ji Soo, ia mengintip keluar, memastikan kalau tak ada yang mengikutinya.

Ji Soo bertanya ada apa dan meminta Mo Yeon pergi karena ia lagi sibuk. Mo Yeon minta wakti 10 menit saja karena mungkin hanya ruangan Ji Soo yang bebas dari penyadap suara.

Sinopsis Drama Korea Descendants of The Sun

Ji Soo tak mengerti, Mo Yeon ini ngomong apa. Mo Yeon menjawab kalau Ji Soo lebih baik tak usah tahu, ia sekarang bekerja untuk bagian pemerintahan.

"Apa Pemerintah tahu soal ini?" Tanya Ji Soo.

"Ssssstttt... Berjanjilah satu hal. Meskipun Pemerintah tak mengakuiku, berjanjilah, kau akan selalu mengingatku."

Ji Soo kesal lama-lama, apa masalahnya?! Mo Yeon kembali menyuruhnya diam, Sssstttt..



Shi Jin dan Letnan Ahn sudah ada di ruang CT Scan, Shi Jin menjelaskan kalau tak akan ada yang mendengar jadi Letnan Ahn bebas bicara.

"Aku mengkhianati timku hanya untuk rencana ini. Kita punya waktu 10 menit. Aku hanya ingin membantu. Ini adalah kesempatan terakhirmu."

Letnant Ahn masih belum tertarik untuk bicara sampai Shi Jin menyebut Sersan Rhee Seok Jin dan bertanya, kenapa Letnan Ahn membunuhnya.

"Pertama, kembalikan semua barang-barangku." Pinta Letnan Ahn.

Shi Jin memberikan chip-nya. Dan sekarang gilirannya untuk bertanya. Apa isi chip itu?

"Kami menerima kabar bahwa anggota terbaik kami sedang disewa oleh sindikat kejahatan seperti yakuza atau mafia sebagai penembak jitu dengan harga yang tinggi."

Sersan Rhee berhasil menjalankan misi. Misi Letnan Ahn adalah menghabisi pengkhianat dan siapa yang memerintahnya.

"Apa kau sudah menemukan bukti siapa dalangnya?" Tanya Shi Jin.

Letnan Ahn balik bertanya, lalu ia mengeluarkan chip dari dalam botol kecil. Ia mengambilnya dan menunjukkannya pada Shi Jin, ia berkata kalau Shi Jin bisa melihatnya sendiri.



Shi Jin tersenyum, Kodenya terlalu sulit. Apa password-nya? Ataukah, Letnan Ahn saja yang beritahu aku apa isinya.

Letnan Ahn menelan cip-nya, Tidak, terima kasih. Negaranya lah yang akan mengurus masalah ini.

Shi Jin mengatakan kalau negara Letnan Ahn sedang merencanakan sesuatu. Komandan Choe sedang dalam perjalanan untuk segera menemui Letnan Ahn dan besok pagi, letnant Ahn akan diserahkan ke Utara.



Shi Jin mengajak Mo Yeon ke tangga darurat. Sebelum mengatakan apa-apa Mo Yeon bertanya, apa tempat itu juga disadap?

"Tidak. Tidak sekarang." Jawab Shi Jin sambil tersenyum.

Akhirnya Mo Yeon bisa bernafas lega. Shi Jin mengatakan kalau semuanya akan segera berakhir, ia berterimakasih atas bantuan Mo Yeon. Mo Yeon mengeluh kalau ia sangat membenci keberanian Shi Jin itu.

Mo Yeon bertanya apa Shi Jin sudah bicara dengan temannya. Shi Jin menjawab sudah, berkat Mo Yeon.

"Namanya adalah Ahn Jung Joon. Dia adalah letnan senior."

"Begitu, ya. Tapi Apa tak masalah kau memberitahuku namanya?"

Shi Jin berharap ada orang yang mengingat Letnant Ahn  Dan lebih bagus lagi kalau orang itu adalah orang yang seberani Mo Yeon.


Min Ji selesai memberikan obat penghilang rasa sakit dan obat penenang pada Letnant Ahn. Sersan Im yang bertugas menjaga keluar setelah memeriksa borgol Letnant Ahn baik-baik saja.

Letnant Ahn bangun, ia mencabut jarum infusnya lalu menggunakannya untuk membuka borgol. Perban yang membalut lukanya, ia lepaskan untuk membalut kaki. Ranjang ia dorong ke pintu dan tiang infus ia gunakan untuk menahan gagang pintu.

Letnant Ahn berhasil memecah jendela kaca dengan melemparkan botol infus. Penjaga diluar kesulitan masuk karena pintu terhalang ranjang dan tiang infus.



Letnant Ahn bergelantungan. Ia menenendang kaca jendela di lantai bawah ruangannya lalu masuk kedalam. Letnant Ahn sudah bersiap untuk melarikan diri.



Shi Jin mengacungkan pistolnya, bertanya, mau kemana Letnant Ahn, ia menjelaskan kalau di negaranya pasien tak bisa pergi tanpa izin dokter.

"Minggirlah. Aku harus menyelesaikan misiku."

Shi Jin mengulangi lagi kalau Letnant Ahn akan dipindahkan pagi ini, Apa Letnant AHn mencoba untuk menghindari Komandan Choe? Shi Jin mulai berpikir, kenapa letnant Ahn datang mencarinya, Ia kan cuma teman jauh letnan Ahn.

"Dan karena musuhmu adalah musuhku juga. Apa aku benar? Apa kau mengkhianati negaramu... Ataukah... negaramu lah yang mengkhianatimu?" Tanya Shi Jin.

Latnan Ahn mengarahkan pistol Shi Jin tepat ke jantungnya, Letnant Ahn menjawab tegas kalau prajurit tak akan pernah mengkhianati negaranya.

-= Kilas Balik =-


Letnant Ahn berhasil membunuh Sersan Rhee, kemudian ia mengambil ponselnya Sersan. seseorang menelfon, Letnant mengangkatnya.

"Siapa yang selamat? Star Utara... Ataukah Pluto?" Tanya si penelfon.

Letnan Ahn mengenali kalau itu adalah suara Komandan Choe. Komandan Cheo mendapat jawaban kalau yang selamat adalah pluto (Letnan Ahn), ia bahkan memuji kalau Letnan AHn adalah instruktur yang hebat.

"Apakah kau... adalah seoarang pengkhianat?"

Komandan Choe tertawa, bagaimana mungkin...Pengkhianatnya... adalah Pluto.


kemudian pasukan bersenjata mengepung Letnant Ahn.

-= Kilas balik selesai =-


Letnan Ahn memohon pada Shi Jin agar membantunya melarikan diri. Shi Jin mengingatkan bahwa Letnan Ahn akan tetap mati jika kembali ke Utara, tak peduli siapa yang menghianati siapa.

"Ada sesuatu yang harus kuselesaikan." Paksa Letnant Ahn.

Shi Jin kembali menekankan kalau Letnan Ahn akan mati. Letnan Ahn sudah siap, bahkan jika ia harus mati, ia akan mati di negaranya.

"Tolong, lepaskan aku." Mohon Letnan Ahn.



Shi Jin malah mengacungkan pistol ke kepala Letnan, ia menjelaskan kalau ia juga adalah prajurit yang melaksanakan misi negara, ia tak bisa melepaskan Letnan Ahn.

"Aku sudah melunasi hutang naengmyeon-ku yang kau teraktir di Pyeongyang." Lanjut Shi Jin.


Akhirnya, Letnant Ahn tetap di serahkan ke pihak utara. sekarang Letnan Ahn ada di mobil yang akan membawanya ke Komandan Choe. ia memegang biskuit, ia teringat saat Shi Jin memberinya biskuit itu untuk hadiah perpisahan. Letnan Ahn memasukkannya ke saku celananya.


Mo Yeon menemui Shi Jin di ruangannya.

"Kau sudah mengantar temanmu pergi? Temanmu meninggalkan rumah sakit tanpa persetujuan dokter. Dan lewat jendela."


Shi Jin menjawab kalau temannya tak pandai mengucapkan salam perpisahan. Shi Jin pura-pura dadanya sakit dan akan berbaring. Mo Yeon menyuruhnya untuk duduk tegap. Shi Jin patuh.

"Apa kau yang memecahkan jendela itu?" Tanya Mo Yeon.

"Bukan aku. Temanku lah yang memecahkannya."

"Jadi, kau yang memecahkan jendela yang di bawah?"

"Itu juga perbuatan temanku."

Mo Yeon melanjutkan, jadi karena Shi Jin adalah temannya, maka Shi Jin akan membayar perbaikannya, kan?

"Tapi, kami bukanlah teman yang sangat dekat juga, sih."

"Apa kau tahu berapa marahnya Ketua padaku karena jendela itu?"

"Di mana Ketua itu sekarang?"

"Dia tak punya hak untuk memarahi pacarku seperti itu."

"Pacarku juga sedang dirawat bersama dengan tentar Korea Utara."

Mo Yeon akan kembali lagi dalam dua jam. Ia memperingatkan Shi Jin, jangan sampai berani kabur.

Setelah Mo Yeon pergi Shi Jin melepas jarum infusnya.


Ji Soo mengobrol dengan Hee Eun sambil jalan. mereka membahas mengenai Hee Eun yang akan melahirkan seminggu lagi.

"Kau sudah lihat pacar Dr. Kang? Kudengar, dia sangat tampan." Tanya hee Eun.

"Apa gunanya tampan jika dia dirawat dengan tentara Korea Utara?"

"Kudengar tentara Korea Utara-nya juga tampan."

"Kuharap mereka akan segera sembuh."


Dan mereka ketawa-tawa. Ji Eun memanggil mereka dari belakang.

Ji Eun mengkritik Hee Eun yang tak berganti pakaian, karena dengan pakaian itu Hee Eun kelihatan banget sedang memamerkan kehamilannya.

"Bukannya perutmu itu akan membuat pasienmu khawatir?" Lanjut Hee Eun.

Ji Soo membaliknya, Apa kemampuan operasi Ji Eun sudah membaik sekarang?

"Kau harus selalu memakai jubah doktermu itu. Jika tidak, tak ada yang tahu kau ini pasien atau dokter." Sindir Ji Eun,



Ji Soo tak terima, ia akan menantang Ji Eun tapi tiba-tiba ada yang manarik rambut Ji Eun.

Hee Eun duduk sambil terus menarik rambut Ji Eun. ia rasa ia mau melahirkan. Ji Soo memerintahkan seseorang untuk memanggil Dr. Jung dari unit bersalin.

"Lepaskan aku." Perintah Ji Eun.

"Lebih keras lagi." Perintah Ji Soo.

"Di sini?" Tanya Hee Eun.

"Maksudku tanganmu." Jawab Ji Soo.

Ji Eun teriak-teriak minta dilepaskan. Ji Soo terus menyuruh HeeEun untuk menarik lebih keras lagi.



Pihak Administrasi Rumah Sakit menagih pergantian kerusakan jendela pada Mo Yeon karena Mo Yeon adalah wali Shi Jin.

"Menurutku, pria seperti dia tak akan butuh seorang wali."

"Dua jendela rusak. Kerusakan itu bukanlah akibat dari kecelakaan alam atau sebagainya. Seseorang harus membayar dendanya." Jelas petugas.

Mo Yeon mengatakan kalau petugas sepertinya salah orang. Petugas menjawab kalau Ketua Han menyuruhnya untuk menagih pada Mo Yeon.

"Aku juga setuju dengan Ketua, sih." Sahut Chi Hoon.

“Tetap rekatkan gigimu!" Perintah Mo Yeon. lalu ia bertanya, ngapain Chi Hoon disana?

"Aku yang bertanggung jawab di bangsal yang jendelanya Yoo Si Jin pecahkan." Jawab Chi Hoon dengan gigi atas dan bawah tetap tertempel, jadinya suaranya lucu.

Mo Yeon menjelaskan kalau  Si Jin bukan pelakunya. Tentara Korea Utara itulah pelakunya. Chi Hoon mebgingatkan kalau tentara Korea Utara itu sudah kembali ke negaranya, Jadi Mo Yeon harus...

"Diam." Bentak Mo Yeon.

Lalu Chi Hoon mendapat telfon yang mengabarkan kalau Hee Eun akan melahirkan sekarang. Chi Hoon segera menuju ruang bersalin. Mo Yeon memanfaatkan keadaan ini untuk kabur dari petugas Administrasi.



Letnan Ahn sudah sampai di tempat Komandan Choe, borgolnya di lepas.

"Korea Selatan selalu membicarakan tentang perpecahan dan kerjasama ekonomi. Mereka berpikir masa depan bergantung pada negosiasi perdamaian. Tapi, semakin tinggi pagar kita maka kita semakin aman. Ini adalah pilihan tepat Utara dan Selatan tetap terpisah." Ucap Komandan Choe.

Komandan Choi memerintahkan yang lain untuk keluar, jadi tinggal dia dan Letnan Ahn.

Ternyata pikiran Komandan Choe tidak lah salah. Jika ingin mendapatkan apa yang dinginkan, ancaman lebih baik daripada rundingan, dan perpecahan lebih baik daripada perdamaian. Dan aku senang... bisa melihat Letnan Ahn lagi.



Letnan Ahn memberi hormat.

"Aku akan bertanya mengenai misiku. Aku telah menghukum Star Utara yang telah mencemari kehormatan bangsa. Dan aku juga telah mengetahui pemimpinnya."

Komandan bertanya dimana file transaksi itu. Melihat pihak Selatan panik, berarti belum memecahkannya.

"Kau pasti sudah menyembunyikannya di dalam tubuh terlatihmu itu." Lanjut Komandan Choe.


Lalu komandan Choe menyibak tirai. Di dada Letnan Ahn ada laser dari penembak jitu. Komandan Choe akan mengubur rahasia itu bersama dengan si pengkhianat. Komandan Choe bertanya apa pesan terakhir Letnant Ahn.

"Tolong siapkan semangkuk mie naengmyeon saat pemakamanku. Dan jika boleh, aku mau naengmyeon Ongnyugwan dari Koryo Hotel."

Komandan setuju. Karena misi letnan Ahn sudah selesai, maka ua juga akan menyelesaikan misi terakhirnya.


"Atas nama negaraku, Aku akan menghabisi pengkhianat Komandan Choe dari Departemen Keamanan Negara."


Letnan Ahn maju setelah memecahkan botol untuk menyerang Komandan Choe, tapi ia kalah cepat dengan peluru penembak jitu. Ia tertembak dan meninggal duluan sebelum sempat menyentuhkan pecahan botol ke Komandan Choe.

Komandan Choekembali menutup tirai lalu keluar.



Komandan Choi menemui menteri Pertahana dan Keamanan Korea Selatan untuk mengajukan dokumen 'Pertemuan kedua antar Utara dan Selatan: Tuntutan'

Menteri bertanya, apa itu?

"Prasyarat sebelum menyelesaikan masalah perpisahan wilayah."

Menteri mengingatkan kalau mereka suda dengan baik mengembalikan Senior Letnan Ahn. Komandan Choe semakin yakin kalau Selatan memang suka melakukan perundingan. Komandan mengancam kalau Sebelum prasyaratnya dipenuhi, maka kesepakatan tak akan tercapi.

"Sepertinya, prasyarat ini... menunjukkan bahwa Anda tak peduli dengan perpisahan wilayah. Utara ingin menghentikan semua perundingan dengan Selatan. Saya menganggapnya begitu. Apa Saya salah?"

Komandan Choi tertawa, Hal yang menguntungkan dalam pembicaraan bilateral mereka adalah tak memerlukan penerjemah.

"Kalau begitu, Saya anggap itu sebagai jawaban Anda. Kalau begitu, Saya permisi dulu."


Menteri meminta Komandan Choe untuk duduk dulu dan melihat sesuatu. lalu ia menunjukkan tab-nya pada Komandan Choe, [Daftar Pernyataan NSB]

"Sepertinya, anda mendapat banyak uang setelah mengkhianati tim anda. Berapa banyak nol-nya itu?" Tanya Menteri.

Komandan Choe keluar dengan kesal dan ternyata diluar sudah ada tentara Korena Utara yang akan menangkapnya. Mereka diperintahkan untuk membawa Komandan Choe dan Letnan Ahn kembali ke Pyeongyang.

"Senior Letnan Ahn...masih hidup?" Tanya Komandan Choe.

Apa yang terjadi, mari kita lihat...


Saat Komandan Choe menyibak tirai, ternyata si penembak Jitu sudah dilumpuhkan oleh Tim Alpha dan agar Komandan Choe tidak curiga maka Shi Jin menggantikannya. Dan Shi Jin bisa mendengar percakapan Komandan Choe dengan Letnan Ahn melalui headset-nya karena biskuit itu telah dipasangi alat penyadap lokasi plus suara.

Shi Jin beneran menembak letnan Ahn, ia malapor pada Letnan Park kalau ia sudah mendapatkan password-nya. Password-nya adalah...


"Koordinat GPS Koryo Hotel di Pyeongyang." Kata Letnan Park kepada Hecker disebelahnya.


Shi Jin mendengar suara Letnan Ahn..

"Penembak Pasukan Khusus Selatan ternyata buruk. Aku tak ditembak diarea yang fatal."

Shi Jin tersenyum.


Letnan Ahn kembali di borgol oleh pihak Utara.

"Sebaiknya kau jangan melawan. Aku diperintahkan untuk membunuh jasatmu jika kau melawan." Peringatan si petugas.

Letnan Ahn minta waktu 2 menit untuk makan biskuit-nya. Ia mengeluarkan biskuit lalu memakannya.

"Terima kasih, Aku bisa kembali ke negaraku dan mati sebagai prajurit sejati. Terima kasih."


 Shi Jin masuk ke hotel tempat Letnan Ahn tadi. Disana ia menemukan bungkus biskut beserta alat penyadapnya.


Menteri memegang dokumen hasil Rapat Kedua Penyelesaian Utara dan Selatan. Asisten datang dan mengatakan kalau Pihak Komandan Choe memabatalkan makan siang dan sudah kembali.

"Apa tak masalah memberikan mereka salinan aslinya?" Tanya Asisten.

"Kenapa memangnya? Kita memiliki ribuan salinannya. General Park bekerja sama dengan Komandan Choe. Aku juga sudah mengirim salinan itu ke e-mail-nya. Korea Selatan kuat dalam tekhnologi. Politik harus dibangun berdasarkan moralitas. Penjahat harus dihukum berdasarkan kejatan mereka. Keadilan akan menang, dan kejahatan akan kalah."

"Lalu bagaimana dengan moralitas yang anda janjikan tentang negosiasi politik itu?"

"Kau naif sekali. Apa menurutmu, politik itu selalu berdasarkan dengan moralitas? Jam berapa konferensi pers-nya? Aku harus memilih dasi."


Dae Young mengintip keluar ruangan. Mo yeon datang, 10m, 5m.

Shi Jin belum memakai baju pasiennya dengan lengkap, ia tidak bisa melepas celanaya karena gips di tangannya.

"Memangnya siapa yang suruh kau terluka begitu?" Bentak Dae Young.

"Aku mau membunuh seseorang sekarang." Jawab Shi Jin.


Mo Yeon di depan pintu, Dae Young langsung berlari ke dekat ranjang Shi Jin. Shi Jin cepat-cepat berbaring dan pura-pura tidur, ngorok pula tapi posisinya gak beut.

Dae Young pura-pura baca buku. Saat Mo Yeon mendekat, ia mengatakan kalau Shi Jin baru saja tertidur.

"Baguslah dia banyak tertidur. Aku harap dia tak merencanakan sesuatu yang aneh." Kata Mo Yeon.

"Tentu saja tidak." Jawab Dae Young.

Mo Yeon akan kembali setelah Shi Jin bangun.



Shi Jin langsung bangun dan Dae Young membantunya untuk melepas celana. Tapi belum apa-apa, Mo Yeon masuk lagi.

Dae Young langsung melompat ke ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sementara Shi Jin menutupi mukanya dengan buku.

"Kapten Yoo baru saja tertidur." Kata Shi Jin.

"Sepertinya begitu, ya? Kau pasti kesulitan untuk menjaganya, Sersan Seo."


Dae Young pun menurunkan selimutnya dan Shi Jin menurunkan bukunya.

Mo Yeon tak percaya kalau ia harus kehilangan waktu tidurnya hanya untuk mengkhawatirkan orang macam Shi Jin.

"Ada urusan apa kau ke sini?" Tanya Shi Jin.

Mo Yeon tak menjawab, ia melirik Dae Young lalu Shi Jin lalu pergi dari sana.




Dae Young kembali berdiri, ia bertanya, apa yang akan dilakukan Shi Jin masalah jendela itu?

"Aku punya ide bagus. Kenapa kita tak berunding seperti pria sejati sekarang?" jawab Shi Jin.

"Itu ide bagusmu?"

"Gajiku kan sedang dipotong."

"Yah, tapi aku bukan pria sejati."

Dae Young berlagak menyibak rambuntnya kebelakang telinga dengan gaya feminim. Shi Jin melongo.



Mo Yeon mendekati Myeong Ju yang duduk sendirian di bangku tunggu. Myeong Ju basa basi, bertanya bagaimana kabar Mo Yeon. Mo Yeon menjawab kalau setiap hari penuh dengan insiden, lalu ia bertanya, apa Myeong Ju mau menjenguk Shi Jin.

"Ya. Dia tak mati, 'kan?"

"Belum, sih. Tapi, mungkin aku akan membunuhnya sebentar lagi."

Mo Yeon menyuruhnya untuk masuk saja kerena Dae Young juga ada di dalam. Myeong Ju menjawab kalau ia juga melihat mobil Dae Young diparkiran tadi dan Karena itulah ia duduk di sana.

Mo Yeon menduga kalau Myeong Ju bertengkar dengan Dae Young. Myeong Ju mengatakan kalau mereka sudah putus, mereka tak punya hubungan lagi.

"Benarkah? Kenapa? Kapan? Aku bisa mengerti, sih." Tanya Mo Yeon.

"Menurutmu karena apa?"

Mo Yeon cuma mengerti saja. Lalu ia mengatakan kalau Dae Young ada di kamar 710. Mereka sedang bermain siapa yang "Bodoh atau yang Lebih Bodoh". Mo Yeon berharap, negera ini tahu berapa bodohnya mereka itu.

"Sersan Seo tak terluka, 'kan?" Myeong Ju ingin memastikan.

"Bukannya kalian sudah tak punya hubungan apa-apa?"

"Aku bertanya sebagai sesama dokter. Kalau begitu, aku permisi dulu."

Mo Yeon mengeluh, ternyata kehidupan cinta Myeong Ju rumit juga..


Myeong Ju masuk ke ruangan Shi Jin. Tapi baik ia dan Dae Young sama-sama diam dan menatap ke bawah.

"Apa hanya aku yang merasa canggung sekarang?" Tanya Shi Jin.

Shi Jin menasehati Myeong Ju, kalau mau jenguk ya seharusnya memberi doa ucapan semoga cepat sembuh.

"Kau kan sudah punya pacar. Kau mau aku memanggilnya?"

"Tidak. Aku tak mau membuatnya khawatir lagi."

Myeong Ju bisa melihat kalau Shi Jin sudah baik-baik saja. Ia memberikan gingseng merah untuk Shi Jin. dan pamitan pulang.



"Kita kan teman. Kau tak perlu repot-repot begini." Kata Shi Jin untukMyeong Ju. Lalu ia beralih ke dae Young.."Jika dia datang begini, setidaknya suruh dia duduk dulu."

"Kalian berdua bisa bicara." Ujar Dae Young.

"Aku akan keluar." Balas Myeong Ju.

"Aku yang akan pergi." Paksa Dae Young.

"Aku saja."

"Lalu, siapa yang menemaniku jika kalian berdua pergi?" Tanya Shi Jin.

"Tapi, akan lebih baik jika dia (Dae Young) yang berbaring di sini." Jawab Myeong Ju.



Shi Jin bercerita kalau Dae Young memang berbaring disana tadi. Shi Jin juga menceritakan sikap feminim dae young tadi sambil memeragakan. Dae Young melarangnya, ia menjelaskan kalau tadi ia cuma bercanda. Tapi Shi Jin belum puas.

"Dia bilang, "Omooo~~" sambil mengusap rambutnya."

"Aku tak bilang "Omooo~"."

Myeong Ju mengerti sekarang, mereka memang seperti si "Bodoh dan yang lebih Bodoh". Myeong ju lalu keluar, meminta Shi Jin untuk beristirahat.



"Kau memang bodoh. Aku mencoba agar dia mau lebih lama di sini." Kata Shi Jin.

karena itulah Dae Young menghentikan lelucon Shi Jin tadi.

"Ah~ jadi pertengkaran kalian tak bisa dihentikan dengan leluconku?" Shi Jin mulai serius,,"Kenapa? Kenapa kalian bisa putus?"

Dae Young menjelaskan kalau ia memasukkan permintaan pengunduran diri agar bisa bersama Myeong Ju

"Kau apa tadi?"

Dae Young hanya bisa minta maaf. Shi Jin sungguh kecewa, kenapa Dae Young melakukan itu sendiri?. Lagi-lagi Dae Young hanya minta maaf.

Shi Jin kembali bertanya, apa komandan juga tahu. Dae Young menjawab kalau Myeong Ju ada di ruangan saat ia menemui Komandan.

"Kejar dia. Kau melepaskan seragammu demi dia. Jangan membuatnya menunggu terlalu lama." Perintah Shi Jin.


Dae Young mencari Myeong Ju. Ia melewati Myeong Ju namun berbalik setelah melihat sepatu Myeong Ju. Tapi Dae Young tak mendekat.


Ja Ae dan Dr Sang Hyun melihat mereka. Jae Ae bertanya pendapat Dr sang Hyun mengenai mereka berdua.

"Menurutku sih, mereka sedang bertengkar, dan Letnan Yoon mungkin mau putus, demi kebaikan Sersan Seo. Karena itulah Sersan Seo tak bisa menemukan Letnan Yoon. Karena Letnan Yoon adalah seorang wanita yang baik."

Lalu Ja Ae mengutarakan pendapatnya.

"Menurut pendapatku, Sersan Seo tahu di mana Letnan Yoon bersembunyi. Dia ingin mengejarnya, tapi dia tak bisa. Dia ingin menjaga harga diri Letnan Yoon yang berusaha disembunyikannya. Karena Sersan Seo adalah seorang pria yang baik."

Dr Sang Hyun tiba-tiba mengajak Ja Ae untuk menemaninya shopping malam ini.

"Kau mau beli apa?" Tanya Ja Ae.



Malamnya mereka sampai di toko Mobil. Dr Sang Hyun ingin membeli satu seperti katanya saat di Urk.

"Apa gunanya menabung terus saat kau tak tahu kapan ajalmu? Aku rela mati setelah menghabiskan semua uangku. Aku tak mau memberikannya pada orang lain, aku mau pakai semua." Prinsip Dr Sang Hyun.

Ja Ae lalu bertanya bagaimana jika Dr Sang Hyun belum mati tapi uangnya sudah habis. Dr Sang Hyun lupa memikirkannya tapi ia tetap akan membeli mobil.

"Pilihlah satu. Mobil mana yang kau suka?" Tanya Dr Sang Hyun.

Ja Ae memilih mobil yang warna biru.

"Hei, kau memang selalu mengganggu hidupku. Kenapa kau melakukannya? Apa kau menyukaiku?"

Ja Ae menjawab kalau Karyawan yang tadi juga merekomendasikan itu.

"Kau mengawasiku ternyata. Kenapa? Apa kau menyukaiku?"

"Iya."

Dr Sang Hyun senang karena Ja Ae menjawab iya. Ja Ae menyuruhnya cepat karena ia lapar lalu Dr Sang Hyun meminta karyawan formulir pembelian, cepat.


Mo Yeon melihat Berita di TV

"Utara dan Selatan memutuskan untuk mengadakan rapat 100 orang. Kedua Pemerintahan mengadakan pertemuan rahasia di Panmunjeom kemarin. Berkat pertemuan inilah akhirnya perjanjian perdamaian akan berlanjut hingga 5 tahun lagi. Utara dan Selatan telah memutuskan untuk mengadakan pertemuan ini."



Shi Jin juga menonton berita yang sama diruangannya.

Mo Yeon masuk saat Shi Jin mematikan TV-nya. Mo Yeon melepaskan jas dokternya.

"Jangan takut. Aku sedang tak bertugas. Aku adalah walimu sekarang." Jelas Mo Yeon.

Shi Jin ingin tinggal seminggu lagi Di RS, ia senang setiap 2 jam sekali bisa bertemu Mo Yeon.

"kalau kau suka, kenapa kau tadi keluar?" tanya Mo yeon.

Shi Jin langsung menunduk. Mo Yeon bertanya, kemana tadi Shi Jin pergi?

"pergi ke atap tadi." Jawab Shi Jin.

"Kau tak ada di sana. AKu sudah cek tadi."

"Bukan atap gedung ini."

Mo Yeon bertanya, apa Shi Jin pergi ke 'mall' lagi? (Shi Jin mengangguk) apa bersama temannya itu? (Shi Jin mengangguk) tapi kenapa kok baliknya sendiri?

Shi Jin menjawab kalau mereka memiliki rute yang berbeda. Perasaannya sedang kacau. Tak bisakah Mo Yeon berhenti memarahinya dan menghiburnya saja?

"Apa yang terjadi?"

Shi Jin telah menyelamatkan perdamaian, tapi, ia tak tahu apakah temannya itu hidup atau mati.

"Dan pacarmu ini... sedang khawatir padamu."



Shi Jin menawarkan ranjangnya agar Mo yeon bisa merasakan tidur di ranjang paisen.

Tapi Mo Yeon malah berbaring di ranjang untuk penunggu Pasien. Shi Jin tak menyangka kalau Mo Yeon menolaknya.

"Apa kau memang keras kepala begini? Aku pasien, loh. Aku tak akan bisa macam-macam."

"Pasien yang cukup sehat untuk pergi ke "Mall" itu. Dokter ini hanya mau melindungi dirinya sendiri."

"Kau bilang apa?"

"Entahlah. Aku sudah mengantuk."



Mo Yeon mengatakan kalau Chi Hoon sudah jadi ayah dari anak laki-laki tadi sore, hanya sekedar informasi saja sih agar Shi Jin tak salah beli hadiah.

"Dia pasti menggemaskan seperti ayahnya. Sampaikan ucapan selamatku padanya."

"Baiklah."

Shi Jin minta maaf karena membuat Mo Yeon khawatir. Terima kasih karena Mo Yeon sudah menyelamatkan hidupnya.

Mo Yeon membuka matanya,

"Kenapa kita selalu berterima kasih karena masalah ini, ya? Pasangan lain... selalu berterima kasih karena sudah mengantar pasangannya pulang. atau karena atas hadiah saat anniversary mereka. Bukannya begitu?"

"Maafkan aku."

"Apa kau yakin?"

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah melihat perdamaian yang telah kau selamatkan itu di TV. Tapi... jika kau sungguh menyesal, jangan pernah datang menemuiku dengan lumuran darah lagi. Aku mohon."

"Aku akan ingat itu."

Shi Jin mengajak Mo Yeon menonton film yang selalu batal mereka tonton. memanfaatkan fasilitas kamar VIP yang hebat.

"Wah~ akhirnya kita bisa nonton juga. Aku bahkan tak pernah menyangka kita bisa menontonnya." Ujar Mo yeon senang.

"Kita akhirnya bisa menontonnya. Dulu, kita pulang padahal sudah beli tiketnya."

Lalu mereka terbaring bersama.

"Aku tak ingat siapa yang tidur duluan. Itu adalah hari yang panjang dan juga berat, Dan aku berada di pelukannya. Aku merasa seperti bintang yang bersinar terang dalam pelukannya. Menjadi wanita yang dia cintai. Apakah film yang batal kami nonton itu mempunyai akhir bahagia? Ataukah akhir yang sedih?" Narasi Mo Yeon.