
Sinopsis Drama Korea Chicago Typewriter Episode 1 Part 1
Di malam
hari, sebuah mobil mewah berhenti di sebuah lorong jembatan. Gerombolan orang
turun dari mobil itu, kemudian bergegas mencari seseorang diantara banyak
tunawisma disana. Satu persatu mereka hampiri. Sampai salah satu dari mereka
menghampiri seorang laki-laki yang duduk sambil menulis di sebuah buku.
Nampaknya
pria itu bukan orang yang dicarinya, tapi si Gangster sepertinya pernah melihat
wajah si Tunawisma. Dia mencoba mengambil kacamata si Tunawisma, tapi si
Tunawisma tiba-tiba langsung menyerangnya hanya untuk mencegah pria itu
menyentuh wajahnya.
Si Gangster
jadi emosi dan langsung menarik kerah baju si Tunawisma dan membuat bukunya
terjatuh. Si Gangster ingin mengambilnya, tapi si Tunawisma langsung
mendorongnya. "Aku hidup dari ini," kata si Tunawisma.
Kesal, si
Gangster hendak menyerang tapi si Tunawisma langsung cekatan menyerangnya
duluan, "Aku juga butuh tanganku untuk hidup."
Si Gangster
hendak menyerangnya lagi tapi tepat saat itu juga, rekannya berteriak
mengumumkan kalau mereka sudah menemukan orang yang mereka cari. Si Gangster
akhirnya melepaskan si Tunawisma, tapi melihat mereka menyerang seorang
Tunawisma lainnya, si Tunawisma itu langsung menggunakan kruk-nya untuk
menghantam kaki si Gangster.
Gangster
yang lain sontak beralih menyerangnya. Seorang dari mereka hendak menyerang
wajahnya tapi Tunawisma itu langsung menggunakan kruk-nya lagi untuk
menghalangi aksi si Gangster. "Maaf, tapi kau tidak bisa memukul kepalaku.
Ini adalah sumber kehidupanku."
Terlepas
dari kelumpuhannya, Tunawisma itu benar-benar jago bela diri dan menghajar para
gangster itu dengan mudahnya. Seorang gangster menyerangnya dari belakang
dengan melempar balok kayu api. Tapi dia bisa mengetahuinya dan langsung
memukulnya balik tepat mengenai muka si Gangster tadi.
"Siapa
sebenarnya kau?"
"Kebodohan
itu bukan sebuah kebaikan. Kalau kau punya banyak waktu untuk bertengkar,
harusnya kau pakai itu untuk membaca buku," ujar si Tunawisma.
Dia lalu
berjalan pergi, awalnya terpindang-pincang... tapi beberapa langkah kemudian,
dia mulai berjalan lurus, sama sekali tidak pincang ternyata. Dia bahkan
langsung melepaskan kumis dan jenggot palsunya, menampakkan wajahnya yang masih
muda dan tampan.
Jelas dia
bukan tunawisma karena dia pulang ke rumahnya yang sangat mewah dan penuh
dengan para pelayan yang menyambutnya, mereka bahkan tidak tampak kaget dengan
penyamaran yang dilakukannya. Sekretarisnya bertanya apakah dia sudah
mendapatkan bahan yang bagus?
"Tentu
saja, Nona Kang." Jawabnya sambil melepaskan penyamarannya.
Sambil
membersihkan dirinya dan ganti baju, pria itu bernarasi. "Seorang penulis
tidak hanya menulis dengan otaknya. Tapi juga dengan tangan, kaki dan
bokongnya. Kadang, dia bahkan menyamar menjadi karakter yang ada dalam
tulisannya."
Pria itu
adalah Han Se Joo, seorang penulis novel terkenal bak selebritis. Dalam sebuah
wawancara, dia ditanyai apa yang biasanya dilakukannya saat sedang buntu ide.
Dia menjawab bahwa buntu ide itu sebenarnya cuma bualan para pengeluh hanya
supaya mereka bisa minum-minum.
Tapi dia
mengklaim kalau itu bukan ucapannya, dia cuma mengutip perkataan Steve Martin,
yang merupakan seorang aktor sekaligus penulis. Dan dia sangat setuju dengan
ucapannya itu.
Kembali ke
meja kerjanya, Se Joo langsung membaca bahan-bahannya kembali dan mulai
mengetik. Sementara itu di luar, Sekretaris Kang menginstruksikan para pelayan
untuk menyiapkan hidangan karena Se Joo akan selesai bekerja 5 menit lagi. Para
pelayan pun langsung menyiapkan secangkir cokelat lengkap dengan sepotong kayu
manis dan juga sepotong kue stroberi.
"Menulis
adalah mengukur seberapa besar kekuatanmu. Aku berusaha untuk tetap sehat
dengan mengontrol asupan makananku dan berolahraga secara rutin. Tapi aku tidak
bisa meninggalkan kue stroberi dan sokelat dengan campuran banyak gula dan
susu".
Tepat 5
menit kemudian, Se Joo mengetik 'enter' dan selesai lah pekerjaannya. Pelayan
membawakan hidangan itu padanya, hidangan yang hanya dia nikmati setelah pekerjaannya
selesai. Menikmati hidangan itu rasanya seperti sedang menghadiahi diri
sendiri.
Alih-alih
menghisap rokok, dia lebih memilih menghisap kayu manisnya bak menikmati rokok.
"Apa ada penulis kuno yang menghabiskan waktunya dengan merokok? Aku sudah
berhenti merokok sejak 2 tahun yang lalu. Batang kayu manis ternyata bisa jadi
alternatif yang cukup bagus."
Sekretaris
Kang masuk dan langsung melaporkan berbagai kegiatannya Se Joo. Tapi Se Joo
langsung menyela dan mengeluhkan taman rumahnya yang menurutnya tampak suram,
bagaimana kalau mereka pelihara rusa?... tak butuh waktu lama, rusa-rusa itu
sudah nangkring manis di halaman depan rumah Se Joo.
Versi Bahasa
Inggris novel Se Joo yang berjudul 'Unfair Game', jadi New York Times Best
Seller. Se Joo dan tim agensinya pun terbang ke Amerika untuk melakukan tur
keliling di 7 kota besar.
Book
signing-nya Se Joo diadakan di sebuah cafe bernuansa antik dan dihadiri cukup
banyak media dan penggemar. Beberapa penggemar ngerumpi, menggosipkan kekaguman
mereka akan tulisan Se Joo.
Setelah
acara usai dan cafe kosong, Se Joo menghabiskan waktu membaca buku seorang
diri. Entah bagaimana, lampu dibelakangnya tiba-tiba menyala dan lalu mulai
berputar hingga menyoroti sebuah bola besi.
Sinarnya
sontak menyilaukan mata Se Joo. Dan saat dia mengalihkan tatapannya, dia
melihat sebuah mesin ketik kuno di sana.
Entah kenapa
mesin ketik kuno itu langsung menarik perhatiannya. Se Joo mendekat untuk
memperhatikannya, benda itu kuno tapi masih kondisinya tampak masih bagus dan
yang paling menarik perhatiannya adalah keyboard-nya yang memakai huruf hangul.
Se Joo
mengulurkan tangan hendak menyentuh mesin ketik itu... saat tiba-tiba saja
terdengar suara seorang wanita "Apa kau tahu julukan pistol ini?"
Kontan Se
Joo menarik kembali tangannya dan celingukan mencari asal suara. Tapi anehnya
tak ada siapa-siapa. Saat Se Joo mengalihkan perhatiannya kembali ke mesin
ketik... kita dibawa melihat errr... mungkin dunia masa lampau.
Seorang pria
yang wajahnya sama seperti Se Joo (beda model rambut) tampak sedang mengetik
dengan mesin ketik itu. Seorang wanita yang menyamar memakai pakaian pria,
datang meletakkan sebuah senjata yang cukup berat di mejanya Se Joo dan
menanyakan pertanyaan yang Se Joo dengar tadi, "Apa kau tahu julukan
pistol ini?"
"Entahlah.
Memangnya apa?" tanya pria yang mirip Se Joo itu.
"Karena
suaranya mirip dengan suara mesin ketik. Dia dinamai 'Mesin Ketik
Chicago'."
"Bagus
sekali. Terus?"
"Sebuah
pena lebih tajam dari sebuah pisau. Mesin ketik punya kekuatan yang lebih dari
sebuah pistol."
"Lantas?"
"Kau
harus menulis sesuatu yang bagus. Jangan menulis hanya karena kau ingin
mendapatkan popularitas dan wanita. Tulislah sesuatu yang luar biasa."
Se Joo
melamun menatap mesin ketik itu saat pemilik cafe tiba-tiba datang dan
memberitahunya kalau mesin ketika itu sebenarnya berasal dari Korea dan dibuat
dengan tangan tahun 1930 di Kyungsung. Pemilik cafe mengalihkan perhatiannya
dengan meminta tanda tangan.
Se Joo
melayaninya dengan senang hati dan bertanya apakah dia mau menjual mesin ketik
itu kepadanya. Tapi pemilik cafe menolak permintaannya karena mesin ketik kuno
itu dia dapatkan dengan harga yang cukup mahal di acara lelang. Dia memang
penggemar beratnya Se Joo, tapi mesin ketik itu sangat berharga baginya.
Se Joo
mengerti dan tidak mempermasalahkannya lebih lanjut. Tapi tiba-tiba saja mereka
mendengar suara barang pecah. Pemilik cafe langsung meletakkan bukunya di dekat
mesin ketik lalu masuk kembali sambil marah-marah pada seseorang yang dia
panggil Hanna.
Se Joo pun
berjalan pergi... saat tiba-tiba saja dia mendengar suara yang memanggilnya,
"Hei, bung!"
Suara yang
anehnya seperti berasal dari mesin ketik itu. Iiiiiiihhh! Tapi sepertinya tidak
ada yang aneh, Se Joo pun pergi.
Malam
harinya, mesin ketik itu tiba-tiba bergerak dan mulai mengetik dengan
sendirinya. Wuih! Horor! Bahkan piringan hitam di dekatnya pun menyala dengan
sendirinya.
Pemilik cafe
terbangun mendengar suara-suara aneh itu. Mengira mungkin ada penyusup, ia pun
langsung bersiap dengan pistolnya sebelum turun mengecek keadaan. Tapi
alih-alih mendapati penyusup, dia malah mendapati piringan hitamnya yang
tadinya menyala tiba-tiba mati dengan sendirinya.
Tiba-tiba
benda di dekatnya terjatuh dengan sendirinya. Refleks, pria itu pun langsung
menembakkan senjatanya. Saat dia menembak asal untuk kedua kalinya, piringan
hitam itu tiba-tiba berbunyi lagi dan mesin ketik berhantu itu kembali bergerak
mengetik dengan sendirinya berulang kali, lalu tiba-tiba saja kursi-kursi di
sekitarnya berjatuhan seolah ada kekuatan tak terlihat yang menjatuhkannya.
Pria itu
kontan melarikan diri ketakutan sementara mesin ketik itu terus mengetik
kalimat yang sama berulang kali, "Kirimkan aku pada Han Se Joo."
Di tempat
lain, seorang pria misterius menembakkan 3 buah peluru melubangi poster
wajahnya Se Joo. Senjata yang digunakannya, dia buat dengan keahlian tangannya
sendiri.
Seorang
wanita masuk ke sebuah toko buku dan langsung mengambil dua copy buku-nya Se
Joo. Dia adalah Jeon Seol, salah seorang penggemar beratnya Se Joo. Saat dia
mencium aroma buku itu, Ma Bang Jin - temannya sekaligus pekerja di toko buku
itu, memukul kepalanya sambil mengomelinya. Dia mau beli lagi? Dia bahkan tidak
punya tempat tinggal sendiri, apa dia mau membangun istana?
"Para
maniaklah yang mengubah dunia, tahu! Yang dibutuhkan dunia ini adalah para
maniak."
Sambil
menatap posternya Se Joo, Jeon Seol terkagum-kagum mengomentari bakat menulis
Se Joo sekaligus ketampanan Se Joo. "Ketampanan saja mungkin bisa
digunakan untuk menyelamatkan negara."
"Ada
rumor yang mengatakan kalau dia menulis dengan menggunakan oto perutnya dan
menjual dengan tampangnya."
Jeon Seol
sontak tersinggung mendengarnya dan langsung menarik baju Bang Jin, siapa yang
mengatakan itu? Bang Jin sampai ketakutan melihat tatapan kejam Jeon Seol, itu
cuma rumor kok, cuma rumor. Ponsel Jeon Seol berbunyi saat itu dan baru saat
itulah Jeon Seol melepaskan cengkeramannya.
Seorang
pelanggan menelepon untuk memintanya datang ke Bandara Incheon dan mengambil
sebuah barang. Jeon Seol dengan ramah mengiyakannya, tapi sikapnya berubah
menakutkan saat dia kembali ke Bang Jin dan berkata kalau Bang Jin bertemu si
brengs*k yang menyebarkan rumor itu, katakan padanya kalau Jeon Seol akan
mematahkan lehernya. "Kuharap orang itu bukan kau."
Bang Jin
langsung memegangi lehernya dengan takut-takut. Setelah Jeon Seol pergi, Bang
Jin langsung menggerutui keanehan Jeon Seol. Beberapa rekan kerja Bang Jin
bertanya apakah Jeon Seol yang selama ini menghabiskan semua stok bukunya Se
Joo? Bang Jin membenarkannya. Jeon Seol itu apa memangnya? Editor?
Bukan. Bang
Jin bercerita bahwa Jeon Seol itu adalah maniak legendaris sekaligus penulis
fanfict legendaris. Jika biasanya anak-anak menulis fanfict tentang para
penyanyi idol mereka, Jeon Seol justru menulis fanfict untuk penulis
kesukaannya. Dia adalah pelopor.
Jeon Seol
sudah keras kepala sejak dia masih kecil. Dalam flashback, kita melihat Jeon
Seol kecil menutup buku yang dibacanya lalu menyatakan kalau dia mau menikah
dengan seorang penulis. Teman-temannya bingung kenapa, tapi Jeon Seol kecil
juga bingung tak tahu kenapa, pikiran itu datang begitu saja sejak dia masuk
sekolah.
Dia juga
mewarisi bakat panjat tebih dari Ayahnya dan jago dalam beberapa ilmu bela
diri. Waktu remaja, dia pernah bermimpi bisa masuk Olimpiade. Tapi dia menyerah
karena alasan pribadi. Selain itu, dia juga cukup pintar.
Dia bahkan
bisa masuk sekolah kedokteran hewan hanya dengan persiapan selama setahun saja.
Semua orang berharap dia bisa menjadi dokter hewan yang sukses. Tapi dia
menyerah lagi, lagi-lagi karena alasan pribadi.
Rekan-rekan
kerja Bang Jin mendesah menyayangkannya, orang tuanya Jeon Seol pasti kecewa.
Tapi Bang Jin berkata bahwa kisah Jeon Seol mungkin tidak akan berakhir
semenyedihkan ini jika orang tua Jeon Seol masih ada. Apa dia anak yatim? Bisa
dibilang begitu lah.
Saat ini
Jeon Seol melakoni berbagai pekerjaan paruh waktu yang bisa dia temukan. Dan
karena itulah dia dijuluki 'Pekerja Paruh Waktu Legendaris'. Mengingat dia
punya banyak julukan legendaris, rekan kerja Bang Jin berkomentar kalau Jeon
Seol pasti hebat.
"Hebat
apaan, dia itu gila lebih tepatnya. Sekarang, dia tidak lebih dari seorang
cewek cerdas yang tergila-gila pada seorang penulis."
Saat
berhenti di lampu merah, Jeon Seol mesam-mesem kagum menatap posternya Se Joo
yang tertempel di bis. "Dia tak tertandingi. Dia pasti pernah
menyelamatkan negara di kehidupan sebelumnya."
Sementara
itu di bandara, Jeon Seol baru saja mendarat dan langsung disambut media dan
para penggemarnya yang jejeritan. Jeon
Seol tiba saat itu dan saat melihat Jeon Seol di sana, dia langsung mengejar Se
Joo dan lupa dengan pekerjannya.
Dia hendak
memotret saat dia menerima sms dari pelanggannya yang marah menanyakan
keberadaannya, dia ketakutan. Kesal, tapi Jeon Seol terpaksa harus mengurus
pekerjannya.
Pelanggan
wanita bernama Hanna Kim itu, tampak gugup dan cemas menantikan kedatangan Jeon
Seol yang tak kunjung tidak. Begitu Jeon Seol datang, dia langsung marah-marah
dan tidak mau terima alasan apapun.
Dia
menunjukkan barangnya dan memberitahu Jeon Seol untuk memastikan dia
mengirimkan barang itu langsung pada orangnya dan bilang saja kalau ini hadiah
dari pemilik cafe di Chicago.
Dia langsung
pergi tanpa mengatakan kepada siapa barang itu harus dikirim. Jeon Seol membaca
labelnya dan mendapati nama penerima barang itu adalah Han Se Joo. Sontak dia
kaget, apa mungkin Han Se Joo yang itu?
Se Joo masih
terus mengetik dalam perjalanan pulang sementara CEO agensinya terus nyerocos
tiada henti. Saat CEO Gal memprotes kerja gilanya, Se Joo santai menanggapinya.
"Menurutmu karena siapa aku jadi gila kerja seperti ini? Ada banyak yang
harus kutulis. Bagaimana mungkin aku bisa santai?! Kalau kau punya kesadaran,
berhentilah memberiku pekerjaan."
CEO Jal
langsung bungkam seketika dan beralih menanyakan reservasi restoran.
Di restoran,
saat si kepala koki melihat pelanggannya adalah Se Joo, dia tampak jadi lebih
antusias meneriakkan berbagai perintah pada para anak buahnya. CEO Gal sendiri
nyerocos tentang berbagai rencana bisnisnya dari novelnya Se Joo.
Se Joo males
mendengarkannya, malah ngobrol sendiri dengan Sekretaris Kang dan mengacuhkan
CEO Gal. Sekretaris Kang cemas jika Se Joo sendirian di rumah mengingat para
pelayan sedang liburan, ditambah lagi dengan adanya insiden penguntitan
beberapa waktu yang lalu. Se Joo santai, dia akan baik-baik saja. CEO Gal
kontan emosi diacuhin.
Saat dessert
dihidangkan, Koki menghampiri mereka untuk minta tanda tangan... untuk
temannya, dia penggemar beratnya Se Joo dan teman yang dimaksudnya itu adalah
Jeon Seol. Se Joo pasang senyum ramah menurutinya, tapi si Koki minta satu
tanda tangan lagi untuk dipajang di restorannya. Senyum ramah Se Joo kontan
luntur seketika, tapi dia tetap bersabar menuruti permintaan si Koki.
Puas
mendapatkan tanda tangan, si Koki memberikan sebuah fortune cookie untuknya.
Dia mengklaim kalau ramalan dalam fortune cookie itu biasanya lumayan tepat. Se
Joo menerimanya tapi nanti saja dia buka.
Kembali ke
rumah, Se Joo mendapat beberapa surat. Yang paling menarik perhatiannya adalah
sebuah amplop biru yang anehnya tidak ada nama pengirimnya. Saat dia
membukanya, dia mendapati isinya adalah posternya yang berlubang bekas beberapa
peluru. Sepertinya dikirim oleh si pria misterius. Se Joo mendesah kesal tapi
langsung mengacuhkannya.
Jeon Seol
tiba di depan rumah Se Joo dan langsung terkagum-kagum melihat rumah mewah bak
istana ini. Sungguh tak percaya saat ini dia sedang berada di depan rumah Se
Joo. Dia jadi gugup sendiri karenanya. Dia hendak memencet bel, tapi akhirnya
memutuskan untuk dandan dulu biar cantik untuk Se Joo.
Se Joo baru
saja keluar dari kamar mandi lalu membuka fortune cookie-nya. Didalamnya dia
menemukan sebuah kertas bertuliskan, "Dewi inspirasi itu seperti hantu.
Kadang, mereka muncul tanpa diundang - (Stephen King)."
Meremehkan
kutipan itu, Se Joo langsung mmebuang kertas itu ke tong sampah. Tapi tiba-tiba
dia merasa ada sesuatu atau seseorang di luar jendelanya. Dia hendak
mengeceknya saat bel rumahnya tiba-tiba berbunyi.
Seol
berlatih mengucapkan sapaannya dalam berbagai nada-nada manis. Tapi saat Se Joo
menyapanya lewat interkom, Jeon Seol kontan kaget dan refleks berteriak lantang
"Ada kiriman untukmu!"
Wkwkwk.
Gagal deh rencananya. Malu, dia langsung menundukkan kepalanya dan membuat Se
Joo keheranan melihatnya. Dia malas keluar dan meminta Jeon Seol untuk
meninggalkannya di depan pintu saja.
Tapi Seol
menolak melakukannya, bersikeras mau memastikan barang itu sampai langsung ke
tangan Se Joo karena itulah permintaan kliennya. Se Joo sendiri tetap
bersikeras dengan keputusannya dan langsung mematikan interkom-nya.
Frustasi
karena gagal bertemu sang idola, Seol terduduk lesu di depan pagar sambil menggerutui
nasibnya. Sepertinya di kehidupannya sebelumnya dia adalah pengkhianat bangsa.
Saat dia meringkuk meratapi dirinya, seekor anjing muncul entah dari mana dan
berlari menghampirinya.
Seol sampai
kaget sendiri melihat ada anjing tiba-tiba ada di depan matanya. Dia langsung
membelai sayang anjing itu, mengira dia anjingnya Se Joo. "Aku jadi iri
kau tinggal di rumah ini? Aku juga ingin tinggal di sini. Aku ingin melihat
ruangan yang biasanya dia pakai menulis."
Tiba-tiba
saja pintu pagar terbuka dengan sendirinya dan anjing itu langsung melangkah
masuk. Anjing itu lalu menoleh ke Seol seolah mengundang Jeon Seol masuk.
Mengira anjing itu menginginkannya masuk, Seol pun langsung masuk sambil
membawa kotak barangnya.
Se Joo
hendak memasang USB-nya saat tiba-tiba terdengar ketukan pintu dan suara Jeon
Seol. Dia akhirnya urung dan menutup kembali USB-nya yang berbentuk tulang
kecil itu.
Seol
langsung tersenyum lebar melihat wajah Se Joo nongol dari pintu. Tapi Se Joo
menatapnya curiga, bagaimana dia bisa masuk? Seol bingung sendiri mendengar
pertanyan itu, kan Se Joo sendiri yang membuka pintu. Se Joo heran, dia yang
buka pintu?
"Kau
siapa sebenarnya? Penguntit?"
"Maaf,
aku seharusnya memperkenalkan diriku lebih dulu."
Dia hendak
mengeluarkan sesuatu dari sakunya, tapi Se Joo langsung menghentikannya.
Mungkin curiga kalau Seol akan mengeluarkan sesuatu yang berbahaya, Se Joo
berusaha menakuti Seol dengan mengklaim dirinya menguasai ilmu bela diri jadi
sebaiknya Jeon Seol berpikir ulang jika dia mau mengeluarkan apapun yang ingin
dikleuarkannya dari sakunya itu.
"Kau
akan dimintai pertanggung jawaban penuh atas segala tindakanmu nanti. Aku tidak
akan pandang bulu walaupun kau seorang wanita."
"Aku
baru saja memikirkan semuanya dengan baik," ujar Seol lalu mengeluarkan
kartu nama "Aku adalah seseorang yang mengumpulkan seluruh kebajikan untuk
melakukan segala hal..."
"Kau
adalah yang terpilih, Malaikat Bel Besar?" Se Joo keheranan membaca kartu
nama itu.
Ah, Se Joo
salah mengambil kartu nama, itu kartu nama Ibu temannya yang seorang peramal.
Dia mengeluarkan kartu namanya sendiri, agensi jasa 'Lakukan Apa Saja'. Se Joo
menerima kartu itu walaupun dia tetap memandang Seol dengan sinis.
Dengan
menggunakan alasan paket yang dikirimnya, Jeon Seol berusaha masuk kedalam. Se
Joo sontak menghalanginya dan bersikeras menyuruh Jeon Seol meninggalkannya di
depan pintu saja. Tapi Seol sendiri bersikeras berusaha memaksa masuk sampai
membuat Se Joo jadi kesal dan berteriak membentaknya.
Menyesali
teriakannya, Se Joo beralasan kalau dia hanya tidak pernah memasukkan sembarang
paket kedalam rumah sebelum diperiksa terlebih dulu. Kenapa?
"Di
dunia ini banyak sekali orang yang dibutakan oleh rasa cemburu dan berakhir menyia-nyiakan
hidup mereka. Orang-orang itu termasuk para penguntit dan orang-orang yang
menderita gangguan jiwa yang menuduhku mencuri naskah mereka," ujarnya
sambil menatap Jeon Seol sinis.
"Aku
bukan penguntit, aku adalah penggemarmu..."
Tapi Se Joo
sama sekali tidak percaya dan terus menyindir Seol dengan menyebutkan berbagai
kiriman ancaman yang pernah diterimanya selama ini. Karena itulah dia tidak
akan membawa masuk sembarang barang atau orang atau apapun.
Tepat saat
mereka tatap-tatapan, si anjing tiba-tiba menyelinap masuk melewati Se Joo dan
dia baru sadar ada sesuatu yang melewatinya masuk sesaat kemudian. Apa yang
barusan lewat? Anjingnya Se Joo. Se Joo malah bingung, anjingnya? Dia alergi
bulu anjing jadi dia tidak memelihara anjing satu pun.
Panik, dia
langsung membuka pintu dan menyuruh Jeon Seol untuk mengambil anjing itu,
sekarang! Cepat masuk dan cari anjingnya. Seol jelas senang bisa masuk ke dalam
rumahnya Se Joo. Se Joo stres melihat jejak kaki anjing itu di sepanjang
rumahnya.
"Tidak!
Bukan itu!" bentak Jeon Seol tiba-tiba dari ruang kerjanya Se Joo.
Saat Se Joo
masuk, dia malah mendapati USB tulangnya sudah ada di depan anjing itu. Se Joo
kontan panik. Jeon Seol bertanya apakah itu USB?
Se Joo
kesal, itu bukan sembarang USB, itu hasil kerja kerasnya, bahan yang selama ini
dikumpulkannya tanpa tidur dan makan sampai tulang punggungnya patah dan kena
wasir. Dia menulis dan menulis sampai matanya memerah.
"Kalau
anjing itu sampai memakannya, kau juga akan mati."
"Tapi
dia bukan anjingku."
"Tapi
dia ikut ke sini karenamu!"
"Pintunya
terbuka!"
GUK! Sela
anjing itu. Kesal, Se Joo mengancam anjing itu. Jeon Seol langsung
mengomelinya, anjing itu bisa gelisah kalau diprovokasi. Dia berusaha membujuk
anjing itu dengan lebih lembut, tapi anjing itu malah menelan USB tulang itu.
Se Joo dan Seol shock.
Setelah
memakan flashdisk tulang-nya, anjing itu langsung kabur. Se Joo panik melihat
hasil kerjanya diambil si anjing, dia menyuruh Seol mengejar anjing itu. Seol
masih celingukan memperhatikan rumah Se Joo, untuk apa dia melakukannya? Dia
kan baru masuk ke rumahnya.
“Kau bilang
kau akan mengumpulkan semua kebajikan dan melakukan apa saja! Akan kubayar kau
dua kali lipat. Empat kali lipat. Delapan kali!” bentak Se Joo. Seol pun
langsung melesat keluar.
Sambil
lari-lari, Seol menyuruh Se Joo untuk menunggu dirumah saja, dia malah membuat
anjing semakin marah. Se Joo tidak mau, dia khawatir kalau sampai Seol mencuri
idenya. Seol meyakinkan jika dia pernah menjadi seorang dokter hewan.
Nah itu, Se
Joo makin curiga jangan-jangan dia sudah melatih anjingnya untuk mencuri
flashdisk-nya. Seol protes, sungguh imaginasinya sangat liar.
Anjing
berhenti lari ketika menemui jalan buntu. Se Joo sudah siap mengumpati anjing
itu namun Seol buru-buru membekap mulutnya. Mereka harus membujuknya dengan
manis. Ia pun mengajarkan Se Joo supaya berjongkok, menunjukkan wajah ramah
sambil memanggil anjing itu.. “Anak baik.. sini~”
Se Joo
dengan kaku mengikuti saran Seol. Perlahan Anjing mulai terpesona dengan
tingkah dua orang itu. Ia melangkahkan kakinya menghampiri mereka berdua. Se
Joo membuka lengannya lebar-lebar, menantikan pelukan si anjing.
Namun anjing
itu malah berlari ke arah Seol dengan dramatisnya. Se Joo menatap adegan
lovey-dovey si anjing dan Seol dengan cemburu, pelukannya diabaikan.
Anjing pun
harus dibawa ke ruang operasi dan Se Joo menunggunya sambil harap-harap cemas.
Namun tidak lama berselang, Seol sudah keluar menunjukkan flashdisk-nya. Anjing
sudah buang air besar lebih dulu sebelum mereka melakukan x-ray. Se Joo melongo
kaget, buang air besar?
“Dia
mengeluarkannya tanpa masalah sama sekali. Flashdisknya sepertinya masih berfungsi
dengan baik. Datanya terkunci, jadi aku tidak bisa melihat isinya. Jangan
cemas. Aku sudah membersihkannya.”
Se Joo tidak
mau menerima flashdisk-nya, “Aku punya permintaan lain.”
Seol datang
ke rumah Se Joo untuk mengirimkan file dan memformat komputernya setelah
mengirimkan file-nya. Se Joo memberikan kopi sambil menunggu proses formatnya.
Seol terus memandangi wajah Se Joo. Se Joo sampai heran, apa ada yang ingin ia
katakan?
Apa dia
tidak mengingatnya? Mereka berdua pernah bertemu sebelumnya. Se Joo cuma
terkekeh geli menanggapi pertanyaan Seol, pertanyaannya sungguh basi. Seperti
lagu yang diulang-ulang. Lantas, kapan mereka pernah bertemu?
Seol ingin
memberikan jawaban. Namun Se Joo memotong ucapannya, “100 tahun yang lalu? 100
tahun yang lalu? Orang yang terobsesi padaku biasanya mengatakan, jangan coba
cari jawaban logis dari semua ini. Yang bisa kukatakan, semua ini adalah
takdir. Mungkin ada hubungannya dengan kehidupan kita sebelumnya. Apa yang mau
kau katakan? Apa mirip dengan yang kubilang barusan?”
Seol
menyangkalnya, dia cuma penggemar nomor satunya. Se Joo membandingkan dengan
film Myseri, tokoh wanitanya juga berkata jika ia penggemar nomor satunya.
Terdengar notifikasi pem-formatan sudah selesai, Se Joo mempersilahkan Seol untuk
membuang flasdisknya kemanapun dan laptop barunya untuk hadiah Seol.
Se Joo
menyeret Seol untuk meninggalkan rumahnya. Seol masih cari-cari alasan untuk
tetap disana sebentar lagi. Apa perlu dia membantunya membuka paketan? Se Joo
menolaknya dengan ramah, sudah ada yang akan memeriksa kirimannya. Memangnya
siapa yang mengirimkan paket itu?
Seol akan
menjelaskannya di dalam. Se Joo menghalanginya masuk, jelaskan saja disana.
Seol memberitahukan jika pengirimnya adalah pemilik cafe di Chicago. Se Joo
ingat dengan pemilik cafe yang punya mesin ketik chicago, dia pun langsung
membopong paketnya masuk dan mengunci pintu rumahnya.
Teman-teman
Seol kembali menggosipkannya, kenapa Seol menyukai Se Joo. Bang Jin berkata
kalau Seol itu sudah kutu buku sejak kecil. Seol bilang kalau buku bisa
membantunya melalui masa sulit. Dia punya banyak masalah dalam hidupnya. Tapi
penulis kan ada banyak, kenapa harus Se Joo?
Seol
tiba-tiba muncul, “Jangan coba untuk melogiskan semuanya. Yang bisa kukatakan,
semua ini adalah takdir. Mungkin ada hubungannya dengan sesuatu di kehidupan
kita yang sebelumnya.” Ujarnya mengikuti ucapan Se Joo.
“Senorita!”
seru Dae Han si koki.
Seol
mengatainya lebay, jangan bicara menggunakan bahasa itali disana. Dae Han tidak
menggubris ucapannya dan menunjukkan tanda tangan Se Joo dengan semangat.
Sayangnya, Seol menanggapi dengan santai, tanda tangan Han Se Joo? Tiga teman
Seol langsung melongo dengan sikap dinginnya.
Seol
menunjukkan laptop yang ia dapatkan dari Se Joo. Dia mendapatkannya dari Se Joo
setelah melakukan beberapa hal untuknya saat mengirimkan paket. Bang Jin memeluk
laptop milik Seol, dia bisa merasakan energi dari penulis best seller. Apakah
ini bisa membantunya memenangkan lomba menulis?
“Lihat? Ini namanya maniak sukses.” Ujar Seol
bangga.
Baca Episode Selanjutnya Sinopsis Drama Korea Chicago Typewriter Episode 1 Part 2