
Baca Episode Sebelumnya Sinopsis Drama Korea Chicago Typewriter Episode 1 Part 1
Sinopsis Drama Korea Chicago Typewriter Episode 1 Part 2
Bang Jin dan
Seol pulang kerumah dalam keadaan mabuk. Nampaknya mereka pulang terlalu larut
malam. Wang Bang sudah menunggu mereka. Tahu ada Wang Bang, Bang Jin langsung
kabur. Sedang Seol lebih memilih mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Bang Wool
menatap Seol dengan khawatir, apa dia baru saja mengantar abu orang mati? Ada
energi gelap yang melingkupinya. Apa dia bisa melihat hal-hal aneh lagi? Seol
menyangkalnya, sudah sejak lama dia tidak melihatnya. Ia akan bunuh diri lagi
kalau sampai melihatnya. Karena itu, dulu dia menelantarkannya dan dirinya
menyerah ikut Olimpiade.
Meskipun
Seol meyakinkan jika dia tidak mengantar hal-hal aneh, tapi Bang Wool masih
merasakan hal aneh yang ada disekitar Seol hari ini.
Se Joo
bergulat dengan pekerjaannya sampai tengah malam. Suara ketukan di keyboardnya
terdengar amat keras karena suasana malam yang begitu sunyi. Perlahan suara
ketukan keyboard serasa semakin menggema, dan keyboard laptop yang ada
dihadapan Se Joo perlahan berubah menjadi mesin ketik jaman dulu.
Pria yang
mirip dengan Se Joo tengah berbicara dengan pria misterius. Pria misterius itu
menyarankan agar Se Joo mau mengajarinya sedikit. Mungkin dia akan menjadi
sedikit berguna untuk mereka. Seol bangkit dari duduknya bangkit dari kursi,
dia selesai merakit pistol dalam 20 detik dan menunjukkan pada si pria
misterius.
“Kau
harusnya tidak mengajarkan hal-hal semacam itu pada anak kecil.” Ujar Se Joo
pada pria misterius.
Seol
menghampiri Se Joo untuk menunjukkan senapan, julukannya adalah ‘Mesin Ketik
Chicago’ karena suara tembakannya mirip dengan suara mesin ketik. Pena itu
lebih tajam dari pada pisau. Dan mesin ketik lebih kuat daripada pistol.
Makanya, dia menyuruh Se Joo untuk menulis sesuatu yang bagus. Jangan hanya
menulis karena dia menginginkan popularitas dan wanita. Tulislah sesuatu yang
luar biasa.
Se Joo
tertegun menelaah ucapan Seol. Pria Misterius tampak tersenyum simpul, dia
melewati Seol dan sengaja menyentuh topinya. Topi Seol terjatuh dan rambutnya
seketika tergerai. Se Joo terkejut mengetahui jika Seol yang dikiranya pria
ternyata adalah seorang wanita. Se Joo memperhatikan punggung Seol dan belum
melihat wajahnya, namun saat Seol akan berbalik.
Se Joo
terbangun dari tidurnya. Dan tidak lama kemudian, terdengar ponselnya berdering
menerima telepon dari CEO Gal. Dia sudah menuntut ide cerita terbaru Se Joo. Se
Joo protes karena ditagih terus padahal dia tidak pernah melanggar tenggat
waktu.
Dalam
sekejap, Se Joo ingat akan mimpinya barusan. Ide untuk cerita barunya berlatar
di tahun 1930, di Kyungsung, tentang kisah cinta antara seorang aktifis
kemerdekaan dengan seorang penulis. Kontan CEO Gal berteriak kegirangan, luar
biasa keren. Stephen King-nya Korea, Han Se Ju menulis kisah cinta. Belum
apa-apa bukunya pasti laku.
Se Joo
langsung mematikan sambungan teleponnya sesegera mungkin. Dia menatap jam
dindingnya, dia bangun jam 3 siang, tidak biasa-biasanya. Mungkin karena ia
bekerja terlalu keras. Se Joo tidak sengaja menatap mesin ketika tua yang ada
di rak dan tertegun memperhatikannya.
Ponsel Se
Joo kembali berdering, dia sudah kesal mengira kalau CEO Gal meneleponnya lagi.
Tapi ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Nona Kang. Se Joo tampak
kebingungan, anjing?
Disisi lain,
Seol mengantarkan kiriman pada temannya di klinik hewan. Temannya
memberitahukan jika anjing yang sebelumnya dibawa Seol ternyata bukan milik Han
Se Joo dan mereka tidak mau membawanya. Seol menghampiri anjing itu, bukan
milik mereka? aneh sekali, padahal kemarin anjing itu yang membukakan pintunya
dan bersikap seperti tuan rumah.
Temannya
meminta Seol untuk membawa anjingnya. Seol sih mau saja, tapi dia sedang
menumpang di rumah teman. Dia akan menghubungi penulis itu lagi, meskipun dia
alergi anjing tapi rumahnya cukup besar dan punya banyak pegawai. Mungkin
seseorang bisa mengurusnya.
Seol
mengelus kepala anjing, “Mungkin saja pertemuan kita ini sudah ditakdirkan.
Se Joo
mencari bahan untuk novel barunya. Ia pun menumpuk beberapa buku yang membahas
tentang senapan. Tidak disengaja, dia melihat ada buku yang ditulis Baek Tae
Min yang berjudul Takdir. Saat Se Joo berniat pergi, seseorang memanggilnya
dari belakang. Se Joo malas mendengar si pemilik suara yang tak lain adalah Tae
Min.
Tae Min
mengajaknya untuk minum teh atau kopi kalau dia punya waktu. Se Joo menolak
dengan dingin. Namun saat ia mau pergi, ada beberapa orang wanita yang
mengenali Se Joo dan memotretnya diam-diam. Se Joo pun akhirnya berbalik pada
Tae Min, kenapa juga aku harus peduli?
Di kafe, Tae
Min menceritakan tentang ayahnya yang akan merilis buku baru setelah
mengerjakannya selama 10 tahun. Dia akan menerbitkan seri lengkapnya dan tidak
akan menerbitkan buku lagi. Ibunya masih sibuk melukis dan Se Ra kuliah ke
Prancis.
“Kenapa kau
beritahukan itu padaku? Harusnya kau tidak melakukan itu karena yang kau
lakukan selama ini hanya menyombongkan diri di depan seorang yatim piatu.”
Dingin Se Joo.
“Kau dulu
pernah tinggal seatap dengan kami.”
Sudah lama
sekali Se Joo meninggalkan atap mereka. Jadi untuk apa dia harus tahu dengan
orang lain yang tinggal dibawah atap itu? Sama mengerikannya seperti membaca
buku membosankan sampai tamat. Walau dipaksa untuk membelinya, dia punya hak
untuk tidak membacanya. Dan ia sudah memutuskan berhenti membawa sejak lama.
Jadi dia memohon supaya Tae Min tidak membukanya lagi, sangat membosankan.
Tae Min
mengungkapkan jika keluarganya merasa bersalah karena tidak bisa bersikap baik
sampai akhir padanya. Dia hanya ingin secara pribadi.. Se Joo memotong ucapan
Tae Min dan menekankan jika didepan umum dia menggunakan ‘Topeng Bisnis’. Di
topengnya terpajang senyum kapitalisme. Kalau dia profesional, akan
menguntungkan. Tapi untuk urusan pribadi, itu tidak ada gunanya. Jadi lebih
baik mereka hentikan saja.
“Ayahku
sangat mencemaskanmu. Sepertinya dia merasa terganggu karena kau menulis
sesuatu yang berbahaya. Karena buku yang kau tulis, dia merasa kau mungkin saja
akan menghancurkan dirimu sendiri.”
“Sesuatu
yang berbahaya? Sesuatu yang berbahaya sudah tertulis sejak 10 tahun lalu. Itu
sudah menghancurkan hidupku dan juga hidupku. Apa ada sesuatu yang lebih
berbahaya daripada itu? Jangan membuang-buang waktu yang berharga ini. Menulis
sajalah sana. Menulis seperti orang gila, seperti aku.”
Sesampairnya
dirumah, Se Joo mendengar suara alunan musik klasik dari ruang kerjanya. Dia
heran dengan jendela ruangannya yang tampak terbuka. Saat ia menuju ke mejanya,
tanpa disadarinya mata dari lukisan di dindingnya tampak bergerak. Seolah-olah
ada sesuatu yang mengintainya saat ini, namun saat Se Joo melihat ke arah
sesuatu yang mengintainya, pengintai itu seperti bersembunyi.
Se Joo
berniat menutup jendela, namun dia malah menemukan kertas di lantai, “Dewi
inspirasi itu seperti hantu. Kadang mereka datang tanpa diundang. - Stephen
King”
Se Joo jelas
heran, dia yakin dia sudah membuang kertas itu ke tong sampah. Yakin ada orang
masuk, dia langsung berteriak melabrak si penyusup. Tapi tepat saat itu juga,
bel pintunya berbunyi.
Seol datang
lagi membawa si anjing. Se Joo kesal, bagaimana dia bisa masuk. Karena setelah
dia membunyikan bel tadi, dia melihat pagarnya Se Joo tidak terkunci. Se Joo
sinis mendengarnya, kreatif lah sedikit, jangan menggunakan trik yang sama
lagi.
Jelas-jelas
dia tidak pernah membiarkan pintunya terbuka, tapi pintunya selalu terbuka
setiap kali Jeon Seol datang. Seol bahkan membawa anjing untuk menipunya. Yah,
dia mengakui kalau menggunakan anjing itu ide yang cukup bagus untuk melakukan
tindakan kriminal. Sebenarnya Jeon Seol sebenarnya? Dia Jeon Seol yang selama
ini mengintipnya?
Seol
berusaha keras menyangkalnya, kenapa juga dia melakukannya. Tapi, apa ada
penguntit yang biasanya menerobos masuk rumah Se Joo? Mana Se Joo tahu,
seharusnya Jeon Seol tanya pada dirinya sendiri. Seol tak percaya mendengarnya,
apa Se Joo mencurigainya sekarang? Bukankah dia sudah bilang kalau dia adalah
penggemarnya Se Joo.
Se Joo tetap
sinis tak mempercayainya. Dia tahu betul orang semacam Seol, orang yang mengaku
sebagai penggemarnya, menghormatinya, mengidolakannya dan terobsesi padanya.
Tapi saat semua ilusi itu sudah semakin buram maka dia akan berbalik
menyerangnya.
"Enyahlah.
Kalau tidak aku akan memanggil polisi. Aku tidak butuh penggemar
sepertimu."
Seol terdiam
sedih menatap anjing itu. Sebaiknya mereka pergi saja, sepertinya Se Joo tidak
akan menerimanya sebagai anggota keluarga. Dia tidak bisa memaksa jika Se Joo
memang tidak mau merawatnya.
Dalam
perjalanan, Seol berhenti di depan sebuah resto sandwich. Resto yang
mengingatkannya akan masa beberapa tahun silam.
#
Flashback
Dulu Seol
bekerja di resto itu dan Se Joo sering ke sana, membeli sandwich dan secangkir
kopi paling murah lalu duduk berjam-jam sambil menulis. Bahkan menurut rekan
kerja Se Joo yang menggosipkannya, Se Joo terkadang juga memakan makanan sisa
yang ditinggalkan pelanggan lain. Dia bertanya-tanya apakah Se Joo itu seorang
gelandangan.
Seol sudah
mulai mengagumi Se Joo saat itu, "Sepertinya dia sedang menulis
novel."
#
Flashback end
Seol
tersenyum sedih teringat kenangan itu. Se Joo pasti tidak mungkin ingat, sudah
lama sekali. Saat dia lengah, anjing itu tiba-tiba berlari melepaskan diri
darinya. Seol pun langsung mengejarnya.
Se Joo
tengah menulis saat tiba-tiba saja dia mendengar suara wanita, "Kau
harusnya menulis sesuatu yang bagus."
Jari-jarinya
langsung terhenti seketika. Kepalanya tiba-tiba terasa pening teringat
kilasan-kilasan mimpinya: Seol yang cekatan merakit senjata, wajah Seol yang
memakai pakaian pria dan menyuruhnya untuk tidak menulis hanya demi mendapat
popularitas dan uang.
Stres, dia
mengambil obat dan hendak berjalan ke dapur saat tiba-tiba lampu rumahnya mati.
Se Joo langsung kesal mengira itu ulah Seol. Tapi tiba-tiba terdengar suara
seorang pria memanggilnya, "Penulis Han, apa kau ingat aku?"
Se Joo
berpaling ke asal suara dan keluarlah seorang pria dari persembunyiannya dengan
membawa senjata. Dia berkata kalau sejak 3 tahun yang lalu, dia selalu mengirim
surat dan email setiap hari pada Se Joo, tapi Se Joo tak pernah membalasnya.
Tapi dia
tahu kalau Se Joo mengirim pesan padanya lewat novel serinya, kalau dia
sebaiknya balas dendam pada dunia. Saat itu dia langsung tahu kalau Se Joo
sedang mencoba bicara padanya. "Aku berpikir 'Ini adalah kisahku'. Penulis
Han mengirimiku pesan lewat novelnya. Karena itulah aku menyingkirkan semua
orang seperti yang kau perintahkan padaku."
Se Joo
sontak tercengang mendengarnya, "Apa? Menyingkirkan? Siapa?"
"Para
baj*ng*n yang membuat hidupku susah."
"Apa
maksudmu... kau membunuh orang setelah membaca novelku?"
"Itu
yang kau perintahkan padaku." Kata pria itu dengan senyum gilanya.
Se Joo
sungguh tak percaya mendengarnya, "Apa kau sudah gila?!"
Tapi kenapa
Se Joo mengakhiri ceritanya seperti itu? Kenapa dia harus mati? Dia hanya
menyingkirkan sampah-sampah seperti yang Se Joo suruh. Se Joo menyangkal, novel
itu bukan tentangnya. Pria itu langsung menodongkan senjatanya tak percaya,
ngotot dengan keyakinannya kalau itu adalah kisahnya. Dia cuma melaksanakan
perintah Se Joo, tapi kenapa dia harus mati?
Entah kenapa
saat pria itu marah, lampu rumah Se Joo tiba-tiba berkedip-kedip. Pria itu
mendekatinya dengan kesal, menuduh Se Joo telah menghancurkan hidupnya. Se Joo
bergerak cepat menjauhkan tangan pria itu dan pistol itu pun langsung meletus
mengenai sebuah lampu.
Se Joo
mendorongnya sekuat tenaga hingga pistol pria itu terlepas dari tangannya lalu
menghajarnya. Se Joo berusaha meraih pistol itu, tapi pria itu mencengkeram
kakinya kuat-kuat hingga akhirnya dia berhasil menguasai senjatanya lagi.
Dia langsung
mengarahkannya ke Se Joo. Lampu seketika padam saat pria itu menembakkan
pistolnya. Entah apakah tembakannya mengenai Se Joo. Saat lampu kembali
berkedip-kedip dan menyala kembali tak lama kemudian, Se Joo tampak meringkuk
dalam posisi melindungi dirinya, tapi sepertinya dia baik-baik saja.
Dia malah
mendapati pria itu mengangkat kedua tangan dalam posisi menyerah. Senjatanya
sudah tidak berada di tangannya lagi... malah berada di tangan Seol yang
memegang senjata itu bak seorang penembak profesional.
"Jangan
ngawur. Mana ada orang yang membiarkan sebuah novel menghancurkan hidupnya.
Kaulah yang menghancurkan hidupmu sendiri."
#
Flashback
Saat Bang
Jin berkumpul bersama teman-temannya, mereka bertanya cabang olahraga apa yang
pernah Seol ikuti saat dia mau ikut Olimpiade dulu. Bang Jin berkata cabang
menembak. Lalu kenapa dia berhenti? Apa karena cidera?
"Tidak.
Dia sering berdelusi setiap kali memegang pistol."
"Apa
yang dia lihat?"
"Kehidupannya
yang sebelumnya. Dia melihat dirinya sendiri menembak seseorang hingga mati di
kehidupan sebelumnya. Sebelum itu mulai terjadi, dia terkenal sebagai seorang
legenda menembak. Sniper legendaris"
#
Flashback end
Se Joo tercengang menatap Seol. Teringat akan
mimpinya, saat topi yang menutupi kepala Seol terjatuh dan Seol berbalik,
memperlihatkan wajah yang sama persis dengan Seol yang sekarang ada di
hadapannya.
Baca Episode Selanjutnya Sinopsis Drama Korea Chicago Typewriter Episode 2